Bab 33
4 juta
Semalaman aku tak jua memejam mata. Sakit perih luka
ini benar sungguh menyiksa. Kaki tanganku mulai kaku dan teramat sakit di
gerak. ku menatap jendela, memandang jauh berpuluh sudut. Menatap langit terlihat bulan,
melihat bintang bersinar
temarang. Sungguh indah langit terhias.
Sang
angin malampun ikut berbagi, menerpa wajah ibaku memberi sejuk yang
menembus pori di sertai suara para jangkrik liar seolah bernyanyi menyanyikan lagu pesta.
Saling bergembira menikmati lagu sunyian malam. Emakku terlihat mendatangiku,
menanyakan keadaanku. Walaupun dia tau bahwa aku sangat terperih saat itu.
Emakku mulai berceloteh dan mengandai.
"lee..Andai saja bapakmu masih ada, mungkin kamu ga sesusah ini Le.
Emak minta maaf kalau hidup kamu jadi susah. Ini semua salah bapakmu kenapa pergi ninggalin anak semata wayangnya
saat kamu masih butuh lindungan seorang
bapak. Kenapa bapakmu tega ninggalin kita." Emakku
bertutur berhiaskan tangis, terisak sendu penuh pilu.
Aku diam tak bersuara,
terus ku pandangi langit indah itu, sampai akhirnya akupun ikut terhanyut.
Kembali aku menjatuhkan airmata ini.
Emakku terus menyesali keadaan dan menyalahkan Bapakku. Aku terus
terisak tak tertahan. Berdua kami saling menangis. Meratapi nasib yang penuh
kekurangan. Nasib kemiskinan.
Di sela
tangisan, akupun menceritakan soal di terimanya aku menjadi Pramugara tapi
harus ada uang 9 juta sebagai biaya. Aku meminta tolong emakku untuk menawarkan
kingku ke tetangga dan orang yang berminat. " Apakah ini semua sudah pasti le ? Toh kalaupun pasti darimana asal uang yang
harus kowe siapkan". Emakku bertanya.
Aku sudah
yakin dengan pilihanku. Aku tak peduli bagaimana nanti aku bisa membiayai sisa
biaya. Saat ini hanya si king yang bisa
menjadi jalan keluar awal. Emakku pun memasrahkan semua kepadaku. Malam
tenggelam pagi menerbit. Aku masih
terjaga menahan sakit. Pagi sekali emakku sudah keluar rumah mencari
orang yang berminat membeli si kingku.
Sampai siang
emakku belum kembali. Kasihan Emakku, dia pasti berkeliling kemana mana mencari
peminat. Sungguh besar perjuangan emakku, dia kembali sore hari dengan membawa
seseorang. Setelah tawar menawar harga, ternyata kingku hanya pantas berharga 4
juta saja.
Akupun ihklas. Dibayarkanlah uang kontan 4
juta. Ku serahkan semua surat dan kunci
motor kepadanya. Dibawanya kingku pergi berlalu dari mataku. Lagi-lagi aku
terpukul, dadaku sesak, kembali aku menetes airmata. Dia yang selalu menemaniku
,harus ku jual dan berpisah menjadi milik orang. Selamat tinggal kingku. Selamat
jalan.
Emakku
memintaku untuk berobat ke rumah sakit karena adanya uang yang baru ku dapat.
Tapi aku menolaknya, masih banyak kekurangan yang aku masih bingung darimana
mendapatnya.
"Luka ini pasti sembuh mak, tanpaku membeli butiran pahit yang
mahal itu. " Jelasku meyakinkan Emakku.
Aku sedikit
tenang, setidaknya 4 juta sudah di tangan. Dengan 4 juta ini, aku sudah bisa
menjadi siswa training Pramugara. Wahh tidak di sangka, sangkaanku yang dulu
tidak menyangka sekarang menjadi nyata. Hidupku akan berubah tidak susah lagi. Aku
harus bekerja keras untuk ini.
Tiga hari
sudah aku mengurung diri, lukaku terlihat sudah
kering, rasa nyeri bercampur
perih perlahan mulai berkurang walau masih tetap terbatasi gerakku tuk
berjalan. Besok adalah hari pertama aku belajar. Layaknya anak baru masuk
sekolah, ku siapkan selusin senjata bertulis. Aku sudah siap memasuki dunia baru. Dunia yang akan membawaku
berubah tidak susah.
Pagi benar
aku sudah mandi dan bersiap diri. Berdiri aku di pinggir jalan menunggu bis
kota jurusan terminal kalideres Patas 22. Yaahh bis inilah yang dulu sering aku
tumpangi bersama puluhan teman STMku. Di lempari bebatuan, botol minuman sampai
balok kayu besar. Sudah
bertahun aku tidak naik bis kota. Kemanaku pergi, hanyalalah king yang
menemani. Sekarang aku harus kehilangan dia dan siap berjubel sesak terhimpit
bergelantung di antara puluhan pengguna.
Yahh mau apa
di kata. Ini adalah resiko sebuah perubahan yang belum tentu ke arah yang lebih baik. Tapi setidaknya usaha untuk
menuju lebih baik itu sudah kategori paling baik daripada tidak ada usaha untuk
membaik, yang ada hanyalah kegigihan
pasrah menjadi apa adanya. Cukup
dengan biasa saja tak butuh yang luar biasa, karena untuk menjadi luar biasa di
butuhkan pribadi yang tidak biasa. Nahhhh aku ingin menjadi pribadi pemberontak
yang enggah bergigih untuk pasrah apa adanya. Aku mau menjadi tidak biasa.
Duduklah aku
di sudut bangku ujung belakang. Dari sinilah aku bisa melihat banyak orang di
depanku. Mencoba menganalisa, melihat apa dan bagaimana sosok mereka. Sungguh
senang juga melihat tingkah polah para penumpang ini. Ada seorang ibu yang
kurang membayar ongkos. Si ibu dengan
mulut panjangnya ngoceh ngalor-ngidul bergaya ala nunung srimulat
mlengas-mlengos. Yang katanya udah biasa bayar segitulah, jaraknya cuma deket
lah, kurang segitu aja di tagih lah. Sedangkan si kondektur yang bergaya ala
malih tong-tong menagih bahwa jauh deket ongkosnya sama lah, setoran
nanti kurang lah, Kalo ga bisa bayar ongkos besok jalan kaki sajalah dll.
Perdebatan
terjadi hanya karena ongkos kurang 100
perak. Kenapa juga ibu itu tidak memberi, kenapa juga si kondektur tidak
mengerti. Hahhhh inilah paras kerasnya hidup
di negeri ini.
Di lain sudut terlihat penumpang tertidur
dengan mulut menganga lebar, bibir hitam terpecah, mengorok grak grak grok.
Nyaman sekali dia, seperti tertidur di kasur hotel bintang lima. Ada lagi
sesosok tua renta berbadan kurus bertopi ala koboi berkaca mata hitam dengan
rokok menyala di tangan, klepas-klepus menghisap sebatang rokok lisong sampai pipinya
kempot. Asapnya keluar dari mulut nan
sangat tebal bak knalpot bajaj, tak lama
asap kedua keluar dari lubang hidung bak cerobong asap kereta api. Terlihat
beberapa wanita mengeluh dan menghempas asap-asap yang menyerang dirinya tapi
si tua renta tak punya peduli.
Yaaah yaahhh inilah seninya bis ibukota.
Banyak muatan seni yang bisa di kaji untuk menyimpulkan sebuah misteri Ilahi.
Ini
adalah resiko sebuah perubahan yang belum tentu ke arah yang lebih baik. Tapi setidaknya usaha untuk
menuju lebih baik itu sudah kategori paling baik daripada tidak ada usaha untuk
membaik, yang ada hanyalah kegigihan pasrah
menjadi apa adanya. Cukup dengan biasa
saja tak butuh yang luar biasa, karena untuk menjadi luar biasa di butuhkan
pribadi yang tidak biasa. Nahhhh aku ingin menjadi pribadi pemberontak yang
enggah bergigih untuk pasrah apa adanya. Aku mau menjadi tidak biasa.
...Menembus
Langit...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar