Bab 2
YULIA
Yulia adalah mahluk indah
pertama di Jakarta yang sangat menampar
mataku. Dia adalah wanita pertama yang
dari mata bathinnya mengetahui bahwa aku
adalah lelaki yang patut dia jadikan kekasih hati.
"
Yaaaa aku bisa. Aku bisa main Poli. " Itulah jawabanku untuk
Yulia. walau salah menempatkan huruf P yang seharusnya V. Jawaban yang penuh
malu, mulut meringis, wajah menunduk , tangan menyisir rambut, dengkul bergayut-gayut
. Wis ngisin- ngisini.
Pelajaran olah raga bagi anak
daerah adalah pelajaran wajib, hampir 80% pelajaran kita habiskan dengan
berolahraga untuk mengisi waktu sambil menunggu Guru yang telat datang, tidak kunjung tiba,
bahkan walau tibapun tidak mengajar. Jadi
pertanyaan Yulia adalah pertanyaan favoritku yang sangat aku banggakan.
Pelajaran demi pelajaran aku
lalui dengan penuh kebodohan. Aku benar tidak paham dengan apa yang di ajarkan
Guruku. Akulah murid terbodoh saat ini. Sangat berbeda jauh dengan apa yang aku
dapatkan di sekolah ku dulu. Materi pelajarannya, cara mengajarnya semua sangat
berbeda.
Kebodohanku sedikit terobati
pada saat di adakan pertandingan persahabatan bola volley dengan sekolah lain.
Pertandingan sudah berlangsung cukup lama. Aku masih saja di cadangkan. Pertandingan ini
seperti permainan bola bekel. Mantul sana-sini tak terkendali. Bola bulat itu
seperti kesurupan. Sangat menggemaskan. Semua teman-temanku sangat tidak pandai
dalam bermain. Mereka payah. Aku geram melihat permainan mereka, bola berkali-kali
mantul- mantul di area sendiri .Terus begitu dan selalu begitu. Permainan yang
bodoh.
Karena geram aku masih di
cadangkan, akhirnya aku berani mendatangi guru olah ragaku dan meminta untuk
bermain.
"Kamu
belum boleh main Pri, kamu tidak punya
baju olahraga." Begitu jawabnya sekilas dan kembali sibuk berteriak menyemangati
teman-temanku. Mencoba memberi strategi tapi pemainnya ndak ada yang ngerti.
Aku cuma bisa mematung diri. Yahhh mungkin ini dampak pertama karena Bapakku
belum membayar biaya administrasi sekolah. Kembali aku menonton teman-temanku
bertanding dengan penuh kesal. Kesal karena melihat pertandingan aneh ini,
kesal karena aku di cadangkan, kesal karena aku tak punya baju olah raga.
“Ggrrrhhhhhh”. Berpuluh kali aku menghujat Kekesalan ini. Permainan
sudah tidak imbang. Dalam hitungan menit, teman-temanku akan menyerah kalah.
Akhirnya akupun berniat ingin
memberontak. Inilah pertama kalinya aku
membangkang.
“Pak saya mau main. Saya bisa bikin menang pertandingan ini!" Pintaku
dengan nada agak teriak dan kesal.
"
Kamu tidak punya baju olah raga, jadi tidak bisa main." kata Guruku dengan
tetap bersikukuh.
Kembali aku di acuhkan. Dan
akupun kesal teramat kesal, akhirnya aku berani menghampiri Yulia dan meminta
dengan paksa baju olah raga yang dia
pakai.
“Yul
aku pinjam baju olahragamu sekaranggggg...!!! “Dengan nada memaksa. Inilah
pertama kali aku berlagak akrab dengan
Yulia yang tiba-tiba datang memaksa meminjam baju olahraganya. Aku
yakin bahwa aura Dukunku mengira bahwa Yulia tak akan menolak mauku. Seperti
naluriku yang bangga menyatakan bahwa Yulia akan memilih aku sebagai
pejantannya.
Tanpa menunda, aku langsung
memakai baju olah raga Yulia dan segera mengganti salah satu temanku yang
ngos-ngosan macam anjing bermulut mangap, megap- megap menjulur lidah, menjatuh
liur.
Langsung aku berada di posisi tengah menggeser posisi
temanku dan langsung mengatur strategi dengan meminta teman-temanku untuk
menuruti mauku.
Ibarat Panglima Perang Romawi menghunus pedang bertameng baja berkuda
liar. Aku terus berteriak memberi komando.
“Mundur,
kanan, kiri, oper, tahan-tahan, Angkat-angkat."
Titahku bersamaan dengan
posisiku yang siap-siap untuk melakukan jumping smash. Akhirnya semua diam
tanpa suara, lapangan yang semula ramai penuh teriakan berubah menjadi kuburan.Ternyata
smashku masuk telak dan keras menghujam lapangan lawan sampai 3 orang jatuh
bersamaan. Semua terpana dan tidak menyangka. Diam penuh heran.
“Ayoo
ayooo posisi, siap- siap bales baless..."
Teriakku sambil menepuk
tanganku sendiri dengan keras mencoba memberi semangat dan menyadarkan mereka
agar tidak mematung diri karena masih ter heran melihat jumping smashku.
Permainan kembali bergulir dan
akulah yang mendominasi, aku lari sana, lari sini, jumping sana-sini terus dan
terus tanpa lelah. Semangatku seperti orang yang sudah 3 hari belum makan.
Sangat rakus.
Hanya sedikit kesempatan yang
aku berikan ke teman-temanku untuk memukul bola. Akulah yang berusaha untuk selalu mengambil bola agar tidak terjadi
kesalahan sampai akhirnya kami menang. Kami memenangkan pertandingan ini.
Akulah bintang lapangannya. Semua bersorak dan mengagumi kelincahanku termasuk
senyum manis Yulia. Lagi-lagi dia memandangku penuh arti. Yuliaa yuliaaa...
“Kamu
belum boleh main Pri, kamu tidak punya baju olahraga.”
Begitulah jawaban sekilas sambil kembali
sibuk beretriak menyemangati teman-temanku. Mencoba memberi strategy tapi para
pemainnya ndak ada yang mengerti.
...Menembus
Langit...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar