BAB 6
BRUTAL
Masa-masa di STM adalah masa-masa
kebrutalanku. Di awal masuk sekolah aku sudah di tendang-tending, di suruh
jalan jongkok, lari mengitari lapangan dan di suruh bersumpah bahwa akan selalu
menuruti perintah kakak kelasku.
Waktu pulang sekolah sudah tiba.
Tiba-tiba di luar sekolah, aku dan teman-teman sekelasku di giring dan di bawa
ke sebuah Taman yang tak jauh dari sekolah. Di Taman itu sudah berkumpul
puluhan kakak kelasku. Ada yang merokok, ada yang tidur-tiduran, main kartu dan
bercandaan. Di bawalah kami menuju salah satu kakak kelas, dia memakai kupluk penutup
kepala macam orang ronda, pakai baju praktek sekolah warna hitam bertuliskan,
"Automotif PLO", jemari tangannya sibuk memutar-mutarkan rokok, sekali menghirup tampak
pipinya kempot tersedot kedalam, pada saat
asap rokok di buang, tampak seperti cerobong kereta api berasap tebal. Dia memandang kami satu
persatu menanyakan nama kami masing-masing.
“Nama gw Ompong, gw pentolan basis priok , lo
semua ikutin apa perintah gw ."
Itulah kata yang keluar dari
orang berkupluk ini yang ternyata giginya ompong di bagian tengahnya.
Tidak lama, semua teman-teman
sekolahku yang ada di taman ini berdiri dan menuju ke jalan raya. Kurang lebih
ada 80 sampai 100an orang. Kita semua menuju ke jalan raya dan "astaga", ternyata kami di ajak naik
container dengan bak kosong. Sebelum menaiki container itu, terlihat beberapa
orang sibuk membawa kayu, mengumpulkan batu batu dan membawa botol beling bekas
minuman .
Firasat buruk langsung
melanda, aku dan teman-teman sekelasku tampak gelisah dan ketakutan. Sesuatu
yang buruk akan terjadi.
Container terus melaju
perlahan. 10 menit setelah perjalanan, tampak salah satu kakak kelasku yang
duduk di bagian depan berteriak
"Awas hati-hati ada 5 sampai10 orang." Aku masih bingung
dengan maksud teriakan itu.
Tiba-tiba,"blepakkkkk...blepokkkk.” Beberapa batu
tampak melayang menghujani kami. Aku membungkuk, menutup mata, penuh ketakutan.
Beberapa saat aku membuka mataku perlahan, tampak beberapa kakak kelasku turun
dari contaiener dan berlari mengejar sekumpulan orang-orang yang melempari
kami. Orang-orang itu kabur entah
kemana. Kakak kelasku yang tadi turun mengejar sudah naik ke container lagi.
Aku sedikit lega, masalah
sudah pergi. Aku pun menatap teman-temanku yang ada di atas contaener itu satu persatu,
tampak ada beberapa yang badannya kesakitan karena terkena batu. Aku duduk di
samping salah satu kakak kelasku.
"Rumah
lo di mana?” Tanya kakak kelasku
itu. "Rumah gua di sunter bang." Jawabku. "Loe
hati-hati aja yaaa, buka mata loe lebar-lebar. Jangan merem merunduk kaya barusan, loe pelototin apapun yang
ada di depan loe, biar tau apa yang harus loe lakuin. Kalo loe ntar begitu lagi,
bisa celaka luh. Tadi itu baru level satu, masih ada 3 level lagi yang bakal
kita lewatin dan tadi itu baru permulaan, bakal ada yang lebih rame lagi nanti“.
Cerita kakak kelas yang duduk
di sampingku. Spontan aku langsung kaget, seperti tersetrum listrik tak mengira
akan ada yang lebih buruk lagi.
"Banyak
banyak depan banyakkk."
Teriak salah seorang yang ada
di posisi depan. Semua teman-temanku tampak sibuk dengan posisi masing-masing. Hampir semua di tangan memegang batu, botol
dan kayu. Inilah saatnya tawuran, aku
sudah mengira, sesuatu yang buruk akan terjadi.
“Blepak
blepokkk , dagh degh dugh, pranggggg...”
80 sampai 100 orang teman-temanku yang ada di
atas container ini tiba-tiba di serang, di lempari dan di hujani batu, botol, kayu dan segala macam benda oleh
puluhan anak sekolah yang baru saja bubaran . Seketika itu juga teman-temanku
membalas balik melempar dari atas
container. Teriakan di mana-mana, jeritan dan kesakitan. Terlihat di mataku
salah satu kakak kelasku berdarah. Darah menetes mengalir dari kepala ke wajah. Aku terus berdiri termangu sambil
waspada sesekali menghindari batu dan sejenis benda lainnya yang mengarah
kepadaku.
"Turun
turuuunnnnn...bangsat loe yaa."
Aku lihat pentolanku yang
ompong tadi tampak berteriak meminta
kami semua turun. Serentak kami turun dari atas container. Setelah semua turun,
semua teman-temanku berlari mengarah musuh yang melempari kami tadi. Lagi-lagi
di sini kami perang batu. Aku sibuk memelototkan mataku memperhatikan batu-batu
yang beterbangan bagai ribuan anak panah melesat dari busur para Prajurit Romawi.
"Maju maju, serang serangg.” Teriak beberapa
seniorku. Aku dan teman-teman sekelasku tampak di barisan belakang hanya lompat-lompatan
macam penari balet karena menghindari batu. Kami bingung harus melakukan apa.
Ketika Sedang asyik menari menghindari batu, semua kakak kelasku yang ada di
depanku, tiba-tiba berlari balik mengarahku. Bak ombak bergulung deras, bak
pelari tercepat berlomba saling mendahuli, 50 sampai 60 orang berlarian mundur.
Akupun segera balik badan ambil langkah seribu ikut berlari kencang untuk kabur.
Sempat aku menengok ke belakang, "Ya Allah ..itu si Bowo, teman sebangkuku,
dia terlihat terjatuh dan kakinya tampak pincang berlari. "Tunggu
tunggu ...” Teriak bowo menatap ke arahku. Aku memperlambat lariku sambil melirik bowo,
berharap bowo bisa terus berlari.
"Cepetan
wo,ayooo lariii." Teriakku dengan keras sekali. Musuhku terus mengejar,
sekitar hampir 80 orang berhamburan mengarah kami. Kami terus berlari dan bowo
makin dekat dengan musuh. Aku terus meneriakinya sampai aku lihat dengan mata
kepalaku sendiri, bowo terkejar. Bowo tampak jatuh dan langsung di keroyok, di
tendangi, di seret-seret dan di pukuli
dengan berbagai macam benda tumpul.
"Bowo
bowooooooo...” Teriakku.
Aku sempat berhenti dan
berniat ingin membantu bowo walau aku sendiri takut. Aku terpaku melihat bowo
melambaikan tangannya ke arahku. Memintaku
menolongnya. Tanganku di tarik oleh
kakak kelasku dan meminta aku untuk terus berlari. Kembali aku berlari sambil
berlinangan air mata dan sesekali melirik ke belakang melihat keadaan bowo yang
terus di pukuli, di injaki bertubi-tubi.
Tak begitu lama terdengar
suara sirene polisi dan tembakan ke udara.
“Dor.. dorrr..dorrr...” Musuh-musuhku
yang memukuli bowo tampak tunggang langgang berlarian. Kami pun langsung naik
bis yang kebetulan lewat untuk menghindar dari kejaran polisi. Dari balik kaca
bis, aku terus melihat keadaan bowo.Dia tampak tergelatak di jalan raya di
dampingi oleh seorang polisi yang tampak sibuk dengan radio komunikasinnya.
"Bowo....bagaimana
nasibnya?" Aku masih memikirkan nasibnya sambil terus sesenggukan. Teman yang baru
aku kenal, teman sebangkuku, Teman yang mempunyai alasan sama kenapa masuk STM.
Dari jam 7 sampai jam 12 kita ngobrol dan bercanda berdua, sekarang dia
terkapar di jalan raya tanpa siapapun menolong.
"Siapa
tadi yang ketinggalan." Si Ompong mencoba mencari tahu.
"Bowo
bang, dia teman sebangku gua." Jawabku sambil sesenggukan. Si ompong
tampak kesal, dia seperti marah.
"Udah
diem jangan nangis loe. Bego begooo...lo semua begoooo, bukannya bantuin nyerang,
ambil batu kek, ambil kayu, malah bengong ngelihatin doang. Tolol..brruaaaakkk."
Aku lihat ompong memarahi semua yang ada di bis itu dan di akhiri dengan
memukul dinding bis. Sesaat kami semua tenang dan
mencoba untuk mengatur nafas karena terengah.
Aku terdiam dan masih terus memikirkan bowo,
jantungku masih berdetak kencang, kakiku masih gemetar. Mataku kembali
berlinang mengingat Bowo di keroyok dan di pukuli. Bagaimana nasibnya sekarang.
Aku terus dan terus membayangnya..
"Pong...di
depan banyak anak stm 11 tuh." Celetuk salah satu kakak
kelasku memecahkan keheningan.
"Apa
lagi ini ." Bathinku penuh tanya. "Semua
dengerin, di depan ada anak 11 baru bubar sekolah, mungkin mereka sekitar
80-150 orang , semua diem, jangan ada yang teriak-teriak. Siapin semua tas loe di samping kaca. Jaga diri jangan
sampai kena batu atau pecahan kaca. Tutup dan kunci pintu depan dan belakang. kita
sudah cape hari ini , banyak teman-teman kita yang celaka, jadi kali ini ga
perlu kita ngeladenin mereka dan jangan sampai
ada yang celaka lagi." Kata ompong dengan penuh kegelisahan.
Kami semua segera bersiap-siap.
Meletakkan semua tas di setiap jendela sebagai tameng. Detak jantungku semakin
kencang memikirkan apa yang kiranya bakal
terjadi. Tampak di depan Si ompong sedang berdiskusi dengan sang supir
bis. Entah apa yang di bicarakan, tapi tampaknya terjadi perdebatan. Di
kejauhan tampak ramai sekerumunan anak sekolah yang baru saja bubaran.
Bis kami semakin dekat dengan mereka,
terus mendekat, semakin dekat sampai akhirnya aku mendengar teriakan dari luar
bis.
"PLO
tuh PLO...turun loh turun ...prang bak buk prangg pranggg...."
Bis kami di hujani batu.
Kebetulan di pinggir jalan ada lintasan rel Kereta Api, dimana banyak ribuan
batu rel yang bisa di ambil dengan mudah sebagai senjata untuk melempari kami
tanpa ada abisnya. Bis kamu terus di hujani Batu rel.
"Tahan
tahannn, jaga pintu , jaga jendela, jalan terus Pir kebut kebuttt...jalannn terus " Teriak Si ompong.
Bis yang kami tumpangi
akhirnya bisa melewati kerumunan anak STM 11.
“Gua
ga takut yah. Besok gua jabanin luh. Gua Ompong PLO dari priok ga pernah
takuuutttt” Ompong berteriak keras sambil mengeluarkan kepalanya keluar jendela.
Suasana di dalam bis sangat
kacau, banyak pecahan kaca, banyak batu, banyak yang berdarah. Masing- masing
saling membantu teman yang terluka. Aku cuma terlamun, kukepalkan tanganku erat-erat.
Perasaaanku campur aduk tak karuan. Aku takut, aku gelisah, aku sedih dan aku
marah.
"Hai...jangan
bengong, leher loe berdarah tuh." Salah seorang temanku
memberitahukan bahwa leherku berdarah karena terkena pecahan kaca.
"Semua
dengerin gua, loe-loe semua denger. Kolekan masing-masing seCeng buat ganti
rugi kaca yang pecah.. Perintah Si
ompong .
Dimintanya kami melakukan
iuran RP.1000 sebagai ganti rugi untuk kaca yang pecah. Uangku sisa 450 rupiah.
Uang jajanku cuma 1500. Tadi waktu istirahat sempat beli Mie ayam sebesar 750
dan 200 buat ongkos angkot dan 100 buat ongkos metromini. Akhirnya aku serahkan
semua sisa uang jajan itu dengan penuh kejujuran bahwa aku sudah tidak punya
uang lagi.
“Tanganku di tarik oleh kakak kelasku dan memintaku untuk segera
berlari. Kembali aku berlari sambil berlinangan airmata sambil sesekali melirik
ke belakang melihat bowo yang terus di pukuli,di injaki bertubi-tubi.”
...Menembus Langit...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar