Bab 30
On the Stage
Siang ini aku
di kunjungi para sahabat Fragile. Mereka
mengatakan bahwa FRAGILE lolos menjadi 10 finalis dan akan perform satu
panggung dengan J-rock, utopia dan Ungu.
Kami sangat senang sekali bangga
bahagia. setidaknya dari 70an band Se-Jakarta utara, Fragile lolos menjadi 10 besar.
Kami bersibuk
diri membuat persiapan, dari memikirkan aransement musik, memilih kostum dan bergaya panggung.
Hari-hari selalu tertemu. Walau sehari bekerja, berjam
kuliah, bermenit kursus,aku masih punya daya untuk tertemu mengolah lagu,
mencoba memberi bumbu penikmat supaya lagu tersaji berasa sedap. Benar sangat memeras tenaga, sungguh
nian membunuh waktu, hakku untuk berebah bagai terpenjara,
tapi naluri untuk membuktikan jati diri melebihi bau busuknya bangkai mati.
Semangat ini sungguh menyengat. Andai
saja tubuh ini bisa berteriak, dia pasti
akan terus menggonggong berpanjang lolong.
Haripun kian
dekat. Persiapanku menjadi
finalis sudah matang. Lagi-lagi bak
jerawat yang siap memuncrat. Terpecah
terberai bercampur darah. Haahhh
terpuaskan sudah kekesalan hati. benda kecil yang selalu menggalau hati
itu sudah pergi.
Pagi teramat
pagi, aku bersiap menuju GOR jakarta utara. Sudah terlihat reramaian di tempat
itu. Di sudut ruangan terlihat setubuh
wanita terdengar menyanyi indah lagu balas dendam.
"Ku ingin kau rasakan pahitnya terbuang sia-sia, memang kau pantas
dapatkan." Yah itulah sebuah lagu dari band yang namanya
suka dimakan anak kecil.
Merdu, penuh
rasa seperti nyata. Aku yakin lagu itu
ternyanyi dari hati yang pernah di lukai.
Tubuh wanita itu memancar cerita, melukis sedih, berwarna marah. Seperti
emosi tak terkendali, dia menyanyi sambil merela tangannya menghujan pundak
sang bergitar. Sang bergitarpun sedikit menyeringai berdekat senyum penuh
kegelian.
Tak ubahnya
aku, dari tadi ku sudutkan mataku ke
mereka, akupun bergeli ria dan juga terpesona , Wanita itu beremosi bernyanyi
seperti tak menyadar diri bahwa dia sudah lepas
kendali. Ulah itu sudah membuat sebuah pertunjukan hebat sebelum acara di mulai. Seperti sebuah artis
bermain peran. Sang penyanyi itu sungguh menjiwai perannya.
Di lain sudut, terlihat beberapa pemain
band sedang bersolek . Berpuluh kali
merapih rambut, berpuluh kali pula di acaknya. Menyisir ke kiri, menyisir ke
kanan membelah samping dan membelah
tengah, mulut pun tak luput di
solek, tersenyum, menyeringai,
termonyong-monyong. Bermacam ulah gaya di coba, tetap saja tak ada
beda. Tetap sama.. Tapi entah mengapa
selalu dilakukan berulang kali tanpa
sadar diri.
Acarapun segera dimulai. Perlahan gedung ini sudah
terpadati pengunjung dengan bermacam gaya, kostum aneh dan sesuatu yang membuat
mata malas mengedip. Rock mini, paha putih, si buah yang terbelah indah, rambut
panjang terurai nakal, wajah sexi bibir sensu. Akhirnya gerakan gerakan
revolusi pun tergerak kuat keras nan
gagah membidang membidik sang perawan.
Kami segera
bersiap di belakang panggung, sialnya
kami mendapat nomor urut satu. Nomor urut yang bakal di benci semua
peserta band. Nomer satu akan menjadi tumbal dari kelemahan sound system. kami akan di jadikan sarana untuk menguji
coba kualitas sound yang di pakai. The Master of Ceremony pun segera beraksi,
setelah melakukan pembukaan, akhirnya pertunjukan akan di mulai.
"Yaaaaa langsung kita panggilkan saja FRAGILE."
Suara MC yang menggema di iring tepuk gemuruh para penonton. Teman-temanku
sudah terlebih dulu mendaki panggung untuk setting alat. Setelah siap, musikpun
di mulai. Aku berlari dari belakang
panggung dan segera memegang sang pengeras suara.
"Selamaattt pagi, lompat-lompat yuuukkk."
Teriakku sambil melompat semangat di iringi intro lagu.
Aku pun
mulai menyanyi, aku merasa tak nyaman,
aku tidak bisa mendengar jelas musik yang dimainkan pemainku. Tak ada
harmonisasi, semua saling pandang karena masing-masing tidak mendengar alat musik yang di mainkan.
Kepercayaan
diri para sahabatku sudah jatuh. Aku terus
bernyanyi sambil mendekati mereka persatu untuk terus bermain pakai
feeling saja. "Ayo semangat jangan
kelihatan bingung, main terus main trusss." Bisikku di sela-sela
jedaku bernyanyi.
Perlahan kami
mulai berpura-pura enjoy dan menikmati lagu yang kami nyanyikan walau
sebenarnya ingin berhenti dan membantin Mix dan semua yang ada di panggung ini.
Satu lagu
sudah termainkan. Kamipun menuruni panggung segera dan keluar gedung penuh kesal.
Nafasku terengah, segera ku hisap rokok,
ku coba menahan diri dan mengatur hempasan
nafas ini.
Hancur hancur
hancurrr. Kami benar-benar malu, terkesal dan meluap emosi. Bak air sungai
meluberi berhampar sawah, para padi
terkoyak terkulai pasrah, sang ikan patilpun terloncat panik takut terdampar di
darat.
Penampilan
teramat sangat buruk. Seburuk beruk, seciut pecundang, senajis penjilat.
Seperti tikus tetabrak kereta, bangkai di buang di dalam kali, berbau busuk tak
pernah hilang, sampai sang lalat berkenyang diri.
Semua
sahabatku terbisu saling menatap, tampak rokok ditangan yang semangat membakar diri dan tarian sang asap
yang meliuk indah melayang tanpa berat. Terwujudlah Abu-abu
rokok berdiri rapuh siap di enyah
dan sekali jentik, mereka pun bebas dari pembakaran diri Kembali ke ranah bumi.
"Sudahlah. Tak perlu di dramatisir, kekurangan dan
ketidaksempurnaan ini akan membuat kita lebih hebat lagi kedepannya. Ayoo ambil
hikmahnya." Sang Bassis mencoba mencairkan suasana.
Perlahan kami
bebas dari kebisuan dan mulai mengevaluasi
lagi penampilan kami. Ada marah,
kesal, lucu ,tertawa dan lainnya. Suasana kembali ceria. Sudah berjam kami berada di luar. Terdengar
tepukan, sorakan dan riuh teriakan. Yahhh. Sepertinya sang bintang tamu sudah
tampil.
Kamipun
kembali ke panggung melihat sang tamu. Empat orang pemuda bergaya Japanise
style, bersepatu tinggi, black jacket nan terlihat gagah dan berkelas.
"Kuzisuke o kawaso, acuali no hasushi..and the burning...".
Yaahh. Lagu berlirik jepang yang terdengar cool and nge-rock. Performance
panggung mereka luar biasa. Yaahh. Merekalah
J-ROCK.
Setelah
bernyanyi berlagu, bergantilah dengan band berlagu horor pada masa itu.
"Kau selalu, ku rasa, dirimu..antara ada dan tiada."
Yahhh itulah
lagu hits mereka yang di jadikan soundtrack sinetron bergenre horor tapi tak
horor.
Kamipun sibuk
berjoget, berlompat dan bernyanyi bersama. Sungguh atmosfer yang menyombongkan
kepuasan , kebebasan dan kesenangan . Kami merasa bebas di antara kerumunan
ini. Berkeringat letih, berteriak serak. Huhhhh puaaasssss.
Belum juga
puas ini memuncak, suasana semakin ramai dan bersemangat. "Pasha Pasha Pasha...” Terdenger histeria para wanita muda.
Inilah mereka UNGU. Kamipun tersuguhkan sebuah hiburan yang mengembirakan.
Suasana penuh
ceria jauh dari kesusahan hati. Hanya mencoba untuk menghibur diri dari seikat
kata yang membelenggu bahagiaku, memecahkan pikiranku serta memeras tenagaku.
Ketidaksanggupan diri dalam memenuhi kebutuhan hati. Hati yang ingin tenang.
Jauh dari kekhawatiran untuk tidak makan. Adanya alokasi uang untuk biaya
hiburan, sekedar menghibur hati untuk bisa menikmati kehidupan ini.
Terlalu jauh
untuk keluar negeri. Berlibur diri Menjelajah negeri sendiri saja tak
tersanggupi. Ada uang hanya untuk cukup makan. Melalui musik inilah aku bisa
menghibur hati...
Tenangkan
jiwaku, cukupi kebutuhanku, hibur hatiku..
Menghibur
hati..
Semua
sahabatku terbisu saling menatap, tampak rokok ditangan yang semangat membakar diri dan tarian sang asap
yang meliuk indah melayang tanpa berat. Terwujudlah Abu-abu
rokok berdiri rapuh siap di enyah
dan sekali jentik, mereka pun bebas dari pembakaran diri Kembali ke ranah bumi.
...Menembus
Langit...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar