BAB 63 : LAUT MAJENE



Sesamaran lirih senandung lagu berteman gitar berirama mengusik telingaku.
“Aku memang pecinta wanita, namun ku bukan buaya.“ Suara Imam mendayu penuh kegalauan hati.

Suara merdu terngiang indah. Bernada serak penuh kedalaman arti. Seakan curahan hati nan tersurat penuh penyanggahan. Mengapa juga sering mencintai beribarat buaya darat. Berganti wanita tapi di juluki lelaki tak setia. Padahal setia itu apabila cinta sudah senyaman hati. Tumbuh kekuatan untuk tidak sanggup melukai. Memberi teduh, menerima sejuk. Memberi ingin, menerima pinta. Kekuatan itulah yang seyogyanya di bangun. Kalaupun rapuh, ya wajar kalau tidak setia. Buat apa mempertahankan sesuatu yang rapuh. Lebih baik di hancurkan dan membangun kembali dari awal daripada terbelenggu di atap pesakitan tak berkesudahan, galau-galaun. Kalau cinta sudah tidak senyaman hati, apa mungkin harus di paksakan demi sebuah kata sandang, “setia”

“Bro bangun, temenin gua gitaran.” Imam mengusik nyenyakku.

“Ahhh berisik lo Mam, gua masih ngantuk.” Sanggahku sambil menguap penuh hawa naga menyebar bak aroma ketek kenek metromini yang membasah di ketiak baju. Berhari tak pernah berganti. Sudah kering basah lagi, kering lagi dan basah lagi. Tertimbun menggunung menyembul aroma Bandar gebang. Sungguh nendang. Duarrrrrr.

Akhirnya akupun beranjak dari tidurku sambil ikut melantunkan lagu. Mengikuti irama gitar terpetik berselaras nada. Membuat segelas susu yang berbendera putih dan memetik api membakar lintingan putih. Menghibur diri sambil menikmati hisapan penuh asap sangat dalam penuh ketenangan hati. Bernyanyi penuh dayu.

‘’ASTAGFIRALLAH!” Imam menghentak kaget serasa mencampakkan gitarnya terbanting di dasar. Di tunjukkannya aku sebuah SMS yang baru dia terima.

“Untuk teman-teman semuanya. Mohon doanya. Penerbangan Surabaya-Manado PK-PXW telah hilang kontak sejak 1 jam yang lalu,mari kita berdoa untuk keselamatan teman-teman kita. Terima kasih".

“Astagfirallah…..Allahhu Akbar. “ Aku tersentak kaget. Apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa bisa hilang kontak? aku terus berpikir menganalisa sampai suara dering berbunyi di saku celanaku.

“Yok, doain Yok, mudah-mudahaan Ratih gak kenapa-napa. Dia ada di dalam pesawat itu yok.” Arif mengabariku soal keberadaan Ratih.

“Astagfirallah. Ada Ratih di situ dan Mba Nining juga. Gimana kejadiannya Rif? apa yang terjadi? “ Tanyaku penuh ketidak sabaran. Jantungku berperang di iringi genderang. Aku bolak-balik penuh panik.

“Iya yok. Seharusnya mereka sudah mendarat di Manado 1 jam yang lalu, tapi sampai sekarang mereka gak bisa di contact. Hilang dari radar. Kalau sampai 15 menit gak ada kabar, sudah di pastikan mereka akan kehabisan bahan bakar. Mereka di perkirakan akan mengalami pendaratan darurat. Ratihh yok… ratihhhhh…” Suara Arif gemetaran penuh di iringi sesenggukan tangisan.

“Ya Allah. Ada apa ini? Apa benar mereka sudah pasti jatuh rif? kira-kira mendarat dimana? Mungkin gak mereka selamat dan survive?” Aku terus berkomunikasi dengan Arif.

“Ini aku masih di FLOPS Yok. Semua sudah pada nangis di sini. Suasana udah penuh duka. Setelah kontak terakhir, posisi mereka ada di atas laut Sulawesi yok. Di laut Majene. Kemungkinan terburuk mereka Ditching di laut itu. Mudah-mudahan Ratih selamat ya yok. “ Jelas Arif tersendat. Suara parau sesenggukan. Akupun mulai terbawa emosi. Hati mulai berkesah. Panikku sudah setinggi langit. Nafasku berhembus bagai angin puyuh menerjang roboh si pohon kelapa.Imam sendiri juga sibuk dengan telephonnya. Kami berdua berpanik diri penuh kegeelisahan. Berita sudah tersebar ke penjuru negeri. Semua station televisi terus-terusan memberitakan kejadian ini.

“Pesawat hilang kontak, Pesawat jatuh, Penumpang tak di temukan, Misteri hilangnya PK- Pxw, Perairan angker di laut Majene, Segitiga Bermuda Indonesia dll.“ Berbagai macam judul berita menjadi issu yang sangat membuat kami bergulana. Tak henti-hentinya para penyiar berita dengan berbagai nara sumber dan para pengamat, mencoba menganalisa mengenai apa yang terjadi sampai perkiraan seberapa jauh peluang para penumpang untuk bertahan hidup jauh dari mati.

Malam telah menjelang. Seluruh isi rumah sangat bersedih hati. Penuh harap supaya sahabat kami Ratih bisa selamat. Semua sibuk menyaksikan berita di TV, Menunggu perkembangan pencarian yang di lakukan leh team SAR.

“Sudah hampir 8 jam Team Sar menyisir laut Majene untuk mencari nasib para penumpang PK-AXW, akan tetapi tidak berbuah hasil. Kalaupun mereka mendarat di laut, setidaknya akan ada kepingan pesawat yang terapung atau baju pelampung yang terapung di laut, tapi pencarian berdampak negative. Kemungkinan mereka mendarat di hutan dan berharap ada yang bisa selamat dan besok kita akan kembali melakukan pencarian lagi. Semua team Angkatan Laut, para nelayan dan team SAR akan bersama-sama melakukan pencarian di laut. Sedangkan Team Angkatan Darat, para sukarelawan dan team SAR akan mencoba menjelajahi daerah hutan.” Seorang ketua team SAR menjelaskan dengan jelas megenai proses pencarian.

“Ayo doa bersama. Kita sholat dan meminta keselamatan buat teman-teman kita terutama Ratih.“ Ucap wicak memberikan saran. Kamipun segera mengambil air wudhu. Sholat bersama dan sekaligus mengadakan pengajian bersama. Sampai jam 2 pagi kami masih terus berdoa, walau ada beberapa yang sudah terpulaskan diri.

“Ya Allah, selamatkan Ratih, beri dia kekuatan untuk bisa bertahan hidup. Kuatkan jiwanya. Selamatkan dia ya Allah.“ Arif berdoa penuh linangan airmata. Sesenggukan dia melafal Asma Allah. Bersujud pasrah. Berserah diri memohon ilahi.
Akupun mulai menitikkan airmata. Ku usap punggung Arif yang tersujud penuh tangis.

“Iya Rif, mudah-mudahan Ratih bisa terus berjuang sampai detik ini.“ Ucapku penuh tangisan air mata.
Semalam suntuk aku tak bisa terpejam. Semua kenangan bersama Ratih membayangi pikiranku. Awal berjumpa dialah wanita pertama yang sudi menyapaku. Niat baiknya membantu membayarkan biaya trainingku, CRM di puncak sampai terakhir malam tahun baru. Semua berkecamuk di dalam dada mengusik hati untuk terus menangisi. Terus-terusan airmata ini mengalir. Berkali ku usap, beratus kali menetes kembali. Bagaimana nasibnya sekarang. Masih hidupkah dia atau sedang bertarung untuk bertahan hidup.

Waktu terus bergulir. Akupun lelah terlelap penuh letih.menjelang pagi aku sudah tak tersadar diri. Tertidur menangisi.

“Bang..jangan lupa sama ibu ya. Bahagiain ibumu. Jangan hura-hura. Tabungin uangmu buat persiapan masa depan.” Suara Ratih berucap penuh ceria. Aura wajah yang bersinar terang. Senyum tak berujung. Menandakan kebahagiaan hati. Perlahan dia berlalu membelakangiku. Menuju ke sebuah ujung tepi dan meloncat dengan cepat. Aku berteriak sejadinya.

“Neng..Awassss!!Hiiii…hhaaiii….stop..stoopppp. Ratihhh…Ratiiiiihhhhh…..” Aku berteriak sangat keras mengejar Ratih yang tak tersadar berjalan menuju ujung jurang. Ku terus mengejarnya sampai ke ujung tepi dan melihat Ratih tergelatak penuh darah di bawah jurang. Akupun meraung menjerit menangis sejadinyaaa…

“Ratihhhhhh….. Ratiiihhhhhhh…..”.

Ku tersentak penuh kekagetan. Ku hempas tubuhku dari ranjangku. Ku usap mataku yang ternyata lembab di basahi airmata. Ku sudutkan mataku ke arah isakan tangis. Arif duduk bersandar dinding sambil sesenggukan menangis menatap TV. Terlihat beberapa team SAR telah menemukan kepingan pesawat yang tercerai berai berkeping-keping. Sudah di pastikan PK-PXW jatuh di laut Majene.

“Astagfirallah…Astagfirallah..Ratiiiihhh..ratihhhhhhhh.
“Mba Niniiiiiing….Ratihhhhh…”

Aku istigfar berulang-ulang. Semua tubuhku bergetar hebat. Bulu kudukku merinding. Aku sesak nafas Terengah cepat. Kakiku lemas tak kuat berpijak. Aku lunglai jatuh terduduk. Ku kepal jemariku sangat kuat. Tak tahan akupun berteriak hebat....

“ Ratiiiiihhhhhhhh…Mba Nininnnnnnnnggggg……”




Ya Allah, selamatkan Ratih, beri dia kekuatan untuk bisa bertahan hidup. Kuatkan jiwanya. Selamatkan dia ya Allah.“ Arif berdoa penuh linangan airmata. Sesenggukan dia melafal Asma Allah. Bersujud pasrah. Berserah diri memohon ilahi.

…Menembus Langit…


BERSAMBUNG ......

TRILOGY NOVEL PRIYO LELAKI
BUKU PERTAMA   : MENEMBUS LANGIT
BUKU KE 2             : JATUH DARI LANGI  
BUKU KE 3  :                      "L"