Bab 1
Nekat ke kota
Aku adalah anak tunggal yang
terlahir dari keluarga yang sangat tidak mampu. Bapakku adalah seorang mandor pertamanan di sebuah kawasan wisata di
daerah Jakarta Utara. Dengan penghasilan yang jauh dari kata pas-pasan, bapakku
nekat memboyong aku dan ibuku ke kota demi arti sebuah keutuhan keluarga.
Tinggallah kami di sebuah
kamar kost berdindingkan triplek berusia rapuh, beratapkan asbes tanpa plaffon,
sesekali terlihat kecoa dan
sebangsanya asyik berkejaran seperti menunjukkan nyalinya bahwa mereka
adalah preman Jakarta yang tak takut
dengan hadirnya orang kampung berwajah iba.
Ada juga Sarang lelaba yang asyik mengukir jejaring, indah bergelantungan di sela atap. Juga para
tikus berlarian di antara kayu tua di tiang penyangga yang sesekali mengintip
malu memandangku, seperti ingin mengenal siapa penghuni baru di rumah
ini.
Tapi rasa–rasanya kok tidak adil andai tempat ini di sebut rumah
kost. ini lebih pantas di sebut kandang kost
bahkan lebih bagus kandang sapi daripada kamar ini.
Suatu hari setelah ketibaan,
bapakku langsung mendaftarkan aku ke sebuah SD swasta. Lagi-lagi bapakku nekat.
Dia berani menyekolahkanku tanpa membayar uang sepeserpun. Sekilas aku
mendengar bahwa bapakku akan membayar semua biaya sekolah setelah nanti ada
uang.
“Wis
kowe melebu wae, sinau yang pinter yoo .Bapak tak pulang cari duit.” Itulah pesan
bapakku setelah meninggalkan aku sendiri
Di bawalah aku ke ruang kelas
dan di kenalkan dengan semua teman-teman di kelas. Di mintanya aku berdiri di
depan kelas untuk memperkenalkan diri.
"Asuuu...Bapak
belum ngajarin bahasa indonesia perkenalan, piye iki?” Gumanku dengan penuh wajah malu.
"Priyo....namaku
priyo. Aku dari jawa. Ingin sekolah di sini. Terima kasih." Itulah
sepenggal kata yang ku ucap.
"Dari
jawa yaaa? Elo jawa kowek ya?" Tampak salah satu murid di
kelas berdiri dan bertanya soal jawa kowek. Kembali aku termangu bingung ndak
tau maksud pertanyaan anak itu. “Setahu
aku, jawa itu ada Jawa tengah, Jawa timur dan Jawa barat. Kok ada jawa kowek." Gumanku
sambil berpikir.
Ada lagi yang bertanya soal
gaya rambutku yang klimis belah miring, mengkilat karena banyaknya minyak
rambut urang-aring. Mengenai dengkulku yang korengan. Sampai kaos kakiku yang
bolong sana-sini. Aku tak berdaya menjawab semua pertanyaan itu, sampai suatu
ketika bagai petir menyambar, mataku
melotot, jantung berpacu, mulut sedikit mangap, tampak di sudut kelas seorang
wanita mengangkat jarinya yang putih, perlahan berdiri, senyumnya yang ow-ow-ow,
bibirnya yang nyam-nyam-nyam, matanya sendu, dagunya berbelah dan rambutnya
hitam panjang. Pada saat di kibas, badai angin puyuh datang menampar mataku agar berhenti terpukau.
Sumpah. cantik sekali wanita ini.
"Hallo
Priyo, namaku Yulia. Apa kamu bisa main volli?”
Suara Yulia merdu, sungguh
menyayat hati, mengiris kalbu, merobek celanaku...
“Suatu hari
setelah ketibaan,Bapakku langsung mendaftarkan aku ke SD swasta . Lagi-lagi
Bapakku nekat. Dia berani menyekolahkanku tanpa membayar uang sepeserpun.”
...Menembus Langit...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar