Bab 18
Di PECAT
Belajar
menjadi pintar, menuntut ilmu untuk menjadi tahu. Memupuk diri untuk bisa
berdiskusi, berbicara kebenaran agar
terhindar dari penipuan. Bersuara lantang meneriakkan perubahan.
Khayalan menjadi Mahasiswa sudah tak tertahan
ingin segera terealisasikan. Jiwa muda penuh ambisi, di bangku kuliah menempa
diri. Akankah nanti menjadi Sarjana yang bisa membangun negeri, bukan
pengangguran menjadi beban.
Sebanyak 3
juta sudah uang yang berhasil aku tabung. Aku mulai mencari tempat
kuliah yang sekiranya tidak jauh dari rumahku dan yang paling penting ada
program untuk kuliah malam khusus karyawan dengan harapan biaya gedungnya bisa di cicil.
Universitas
17 agustus 1945 jakarta.
Yahhh itulah
kampus yang tepat dengan kondisiku. Akupun mulai mendaftarkan diri dan bergelar
sebagai anak kuliahan. Pagi jam 5.00 aku sudah berangkat kerja karena harus
masuk kerja jam 6.00. Selanjutnya pulang kerja jam 3 sore dan langsung bergegas ke kampus sampai jam 8 malam
dan masih harus kulanjutkan dengan kursus bahasa inggris sampai pukul 10 malam.
Begitulah hari-hariku. Sangat melelahkan. Tapi aku terus bersemangat. Aku yakin
ini semua pasti ada hasilnya.
Sudah hampir 5 tahun aku
bekerja di perusahaan ini. Suatu hari sebuah malapetaka tiba-tiba datang.
Beberapa customer complain mengenai quantity produknya yang berkurang, sehingga
suatu malam di saat jam pulang kerja di adakan razia di depan pintu keluar
dekat Pos Satpam. Dua orang temanku tertangkap membawa 1 ayam potong di
masing-masing tas nya.
Ke esokan
harinya, suasana di dalam gudang heboh.
Dua orang yang semalam tertangkap basah di interogasi di dalam ruangan
Direktur. Aku dan teman-temanku gelisah dan menduga-duga kemungkinan yang akan
terjadi.
Akupun
berkeringat, aku gelisah, firasatku sangat buruk sekali, jantungku tak hentinya
berdetak kencang.
Hampir dua
jam mereka di interogasi, tak lama namakupun di panggil untuk menghadap.
Teman-temanku di dalam gudang mulai resah.
"Aku yakin Mas Pri bisa menghadapi masalah ini dengan bijak."
Kata Mas Yarto mencoba memberiku semangat sambil menjabat tanganku.
Masuklah aku
ke dalam ruangan direktur. Tampak 4 orang para petinggi Perusahaan berkumpul di
sana. Di persilahkanlah aku duduk dan hal yang tak pernah ku dugapun terjadi. Dua
orang temanku itu mengadu bahwa selama ini budaya mencuri di gudang ini sudah
sering terjadi. Bagai di sambar petir rasanya, orang yang selama ini akrab bekerja satu team, ternyata setelah tertangkap dia menceritakan bahwa semua teman-teman satu kantor di tuduh pernah melakukan pencurian. Orang yang selama menjadi sahabat, orang yang merengek-rengek karena alasan
keluarga tidak punya lauk, ternyata menghianati dan menusukku dari belakang.
Benar-benar bangsat keparat.
Akhirnya
akupun di minta untuk mengundurkan diri. Perusahaan tidak mau mem-PHK aku
karena dengan begitu Perusahaan harus mengeluarkan pesangon, kalau aku tidak
mau mengundurkan diri, maka masalah ini akan di perkarakan ke polisi dan banyak
teman-temanku yang akan di sidang dan masuk penjara.
Aku tak
kuasa. Akhirnya aku dan para sahabatku di PHK satu persatu tanpa mendapatkan
apapun. Pada awalnya dua orang yang bodoh itu hanya di minta menceritakan
sejujurnya mengenai kelakuannya dan tidak akan ada sanksi apa-apa, tetapi
setelah jujur mereka berdua tetap di pecat juga.
Dua orang
temanku itu Benar-benar orang tolol dan bodoh. Terperangkap oleh janji palsu.
Di minta membeberkan semuanya dengan janji tidak akan di beri sanksi tapi
akhirnya di Pecat pula tanpa hormat. Berdalih ingin di ampuni walau harus
membuat cerita penuh kebohongan sebagai bahan alasan untuk di beri ampunan.
Setelah menandatangani surat pengunduran diri,
akupun berpamitan dengan teman-temanku. Suasana sedih tampak terasa. Beberapa
temanku menangis, akupun ikut meneteskan airmata. Hal yang tidak terduga
sebelumnya. Aku terpecat tidak hormat.
Akupun kemudian pergi meninggalkan kantor ini untuk
selamanya, mataku masih terus berkaca-kaca, aku benar tidak menyangka, aku
shock berat. Ku pacu sepeda motorku dengan sangat pelan, berbeda dengan hari
biasanya dimana aku selalu berpacu dengan kecepatan tinggi, tapi hari ini
sungguh berbeda. Aku biarkan airmata ini jatuh bebas membasahi pipi. ku
jalankan motorku di sisi jalan sangat pelan terus merambat menuju rumah.
Apa yang
terjadi dengan hidupku sekarang ini? apa yang harus ku lakukan? apa yang harus
ku lakukan...?
Sesampainya
di rumah, Emakku langsung kaget melihat mataku yang merah penuh air mata.
Setelah kuceritakan panjang lebar, kami berduapun bertangisan.
Aku sandarkan
tubuhku di dinding kamarku yang terbuat dari triplek. Mataku terus menerawang
jauh, otakku terus mengandai, aku berusaha berpikir cepat. Apa yang harus aku
lakukan....aku benar benar sudah hancur. Di pecat tanpa apapun. Di pecat Tanpa
Hormat...
Setelah
menandatangani surat pengunduran diri, akupun berpamitan dengan teman-temanku.
Suasana sedih tampak terasa. Beberapa temanku menangis, akupun ikut meneteskan
airmata. Hal yang tidak terduga sebelumnya. Aku terpecat tidak hormat.
...Menembus
Langit...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar