Bab 21
EMMA TANJUNG
Ruangan ini sangat indah, sejuk ber-AC, Sofa
warna merah yang empuk, dinding tembok berwarna-warni, lantai putih mengkilap di terpa cahaya lampu redup,
kaca cermin besar terpampang di salah satu sudut dinding, lukisan pedesaan dan
pegunungan tertempel besar dan indah,
atap ruangan yang bermotifkan angkasa dan tergantung beberapa miniatur pesawat
yang lucu.
Mataku terus
mengembara menjelajahi setiap jengkal
sudut ruangan ini, sampai akhirnya,
“Alpha November...Jiiiiing...” Akupun
tersentak ketika melihat sebuah pemandangan indah luar biasa. Sesosok wanita
tinggi semampai putih, rambut agak pirang, memakai syal orange terang, sedang
menuruni anak tangga satu-persatu menuju ke arahku. Sangat anggun dia menuruni
tangga itu, sumpah selama 25 tahun, ini adalah wanita tercantik yang pernah aku
lihat langsung di depan mataku. Sekilas
dia menolehkan matanya ke arahku dan tersenyum dahsyat mengelegar bagai petir
menyambar tubuhku. Semua bulu-bulu di tubuhku ngenjingkrak kaku.
“Ohhh ohhhh..buat siapa senyum itu? buat siapa senyum itu?”
Aku sedikit panik penasaran, aku mencoba melirik kanan kiri dan belakang,
takut senyum itu bukan untukku. Setelah
melihat kanan kiri belakang, ternyata tidak ada orang di sekitarku. Yaahhh. Aku
yakin senyum itu untukku. Kembali aku memberanikan diri melihat kearahnya. Dia
masih menuruni anak tangga dan lagi- lagi dia
melihatku penuh senyuman sembilu.
Sangat menyayat hatiku. Akupun membalas senyum itu, dia tampak sedikit tertawa,
entah apa yang dia tertawakan. Semakin dekat dia menghampiriku, aku semakin
gugup, jantungku berdetak kencang. Aroma tubuhnya yang wangi menyebar terbawa
angin menggoda hidungku untuk terus mengendus. Aroma ini benar-benar membuat
otot-ototku tegang. Ingin rasanya ku tomplok dan ke endus seendus-endusnya asal
mula aroma ini datang. Kan Ku tempelkan hidungku sampai lengket tak ingin
terlepas.
Semakin dekat
dia ke arahku dan mengulurkan tangan
mengajakku berjabat. Kembali aku
tercengang, Aku terlamun melihat tangannya yang putih di hiasi beberapa bulu
lembut. Kuku jarinya berwarna merah maroon, melingkar sebuah cincin perak
sangat indah. Sumpah. Aku mematung sepatung-patungnya. Dia agak heran melihat
lakuku yang terdiam.
"Hallo mas, kenalin aku Emma, Mas apa kabar?”
Sapanya kepadaku. Ohhhh Onde Mande. Suaranya indah nan merdu, terdengar sedikit
manja. Serak basah bergaya genit sedikit nakal. Aku benar-benar terhipnotis
lupa segalanya.
Ku coba untuk
menjulurkan tanganku dan menjabat jemari tangannya. Oh oh Onde Onde. Sungguh deg-degan hati ini.
Tangannya teramat lembut. Bagaikan susu dan kopi ketika tangan kami saling
menjamahi.
Tangannya
benar teramat putih sedangkan tanganku
hitam. Jemari tangannya bersih tak berbekas
sedangkan jemari kotor berdebu penuh bekas luka, kuku jarinya pendek
rapih dan berwarna mengkilat sedangkan kukuku panjang berantakan, terselip
banyak kotoran bergumpalan. Kukukupun juga hitam-hitam. Aduuuhhhh maluuuuuuu
sangat kepalang.
Kenapa juga
ada wanita secantik bidadari menghampiriku, menyalamiku dan memberiku senyum.
Apa dia terpikat dengan aura kejantananku?
"Aku Priyo Mbak." Jawabku penuh getaran bak not
tangga nada bass penuh vibra.
"Baiklah mas, sampai ketemu lagi." Balasnya
sambil berlalu pergi sambil tak bosan-bosannya dia terus menampar wajahku
dengan senyuman dan matanya yang liar.Diapun berlalu pergi membelakangiku.
Ohhh Ohhhhh
Alpha November dot Jing. Pinggulnya
sungguh montok, padat berisi bak
TV tabung 32 inci. Aku pun langsung tak tahan memikirkan soal selangkangannya sambil membenarkan sebuah benda yang terselip
didalam celanaku karena adanya pergerakan-pergerakan. kepala atas cenat-cenut kepala bawah oversize. Sepertinya aku rela di pukuli
dan di gebuki masa asalkan aku bisa menjamah sesuatu yang indah di tubuh Emma.
Gilaaa gilaaaa.
Sedang kasak
kusuknya aku meluruskan benda over size ini, tiba-tiba ada suara sedikit
terkikik. Segera ku cari sumber kikikan
itu. Ku tengok kanan kiri, ke belakang dan....uuppsssss. Ternyata ada
wanita secantik bidadari turun dari tangga lagi. Yang ini sungguh sumpah
mampus. Aura wajahya lebih sensual. Kulitnya sawo matang, matanya tajam
berwarna coklat, alisnya panjang lentik melengkung, body langsing kurus tinggi,
dada membusung bulat menyembul, pinggang kecil dan pinggulnya minta ampuuuunn.
Rambutnya
hitam pekat lurus berbelah miring. sedikit teracak seperti abis terjambak,.
Ingin rasanya aku semakin mengacak dan menjambak rambutnya sambil teriakan.
“Aaaaahhhhhhh
ooohhhhh Come on baby.” Sambil terus memecuti. Kalau yang ini aku rela di
penjara asalkan bisa berkoboy ria sampai keringat berkucuran, dengkul melemas,
ranjang patah, kasur kapuk beterbangan. Aku rela aku rela. Aku benar benar
tidak tahan. Wanita ini sungguh
sempurna.
"Mas. Hai Mas. Hallo.Hallo!!!”. Suara wanita
itu memanggilku menyentakkan lamunanku. Dia terus tersenyum di depanku dan
tertawa nakal sambil menunjuk ke arah
celanaku. Astagaaaa. Dari tadi tangan kananku masih memegang sesuatu yang
membengkak ini. Aku maluuuuuuuu....,
"Ehh eehh Mas, udah gak usah
malu. Cuek aja. biasa aja kali. Lelaki
megang begituan kan hal yang wajar, lha wong miliknya sendiri kok. Kecuali
megangin milik orang lain tuh baru malu. Kenalin saya
Tanjung”. Katanya sambil menjulurkan tangan untuk berjabat.
Lagi- lagi
aku malu teramat sangat, mukaku merah, aku benar-benar bodoh. Dengan gelisah
deg-degan akupun menyambut uluran tangannya sambil memperkenalkan diri.
Setelah
berjabat, diapun permisi untuk pergi, tak hentinya aku memandang lekuk
tubuhnya. Gemulai dia berjalan membuat pinggul itu seperti memanggil, "sini sini pegang aku, raba aku.”
Ya ampun. Apa
ini mimpi atau rejekiku. Sudah 25 tahun hidup, baru ini mencium aroma parfum
yang menggairahkanku, baru ini kulihat wanita indah sexi cantik luar kendali.
Baru ini pula senjataku yang berharga langsung ingin segera memuntahkan
pelurunya tanpa kokangan aba-aba. Ohh Emma
...Oh Tanjung
Emma Tanjung
Pinggulnya sungguh montok, padat berisi bak TV tabung 32 inci. Aku pun langsung tak
tahan memikirkan soal selangkangannya sambil membenarkan sebuah benda yang terselip
didalam celanaku karena adanya pergerakan-pergerakan.
...Menembus
Langit...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar