BAB 26 : FRAGILE


Bab 26
FRAGILE

Cecep komarudin dengan nama panggung Pian. Entah darimana nama ini di dapat,  jauh sekali antara Cecep ke Pian. Harusnya kan Cecep, komar ataupun Udin, tapi pemain Bassku ini merasa keren di panggil Pian. Masih terbayang sekilas perjuanganku bersanding berdua bahu-membahu melawan 60 orang musuh. Dia tampak gagah berani bernyali satriani. Mengayunkan kayu balok yang di pegangnya dengan membabi merem. maklum sambil menyerang sambil merem.  saking takutnya.

Ada lagi Suwondo, temanku yang jangkung kurus tak terurus, dia pemain gitarku. Wajahnya ganteng, rambut gondrong katanya  sekilas mirip pemain sepak bola Filipo Inzagi. Entah siapa yang memberi kesan mirip itu, pasti matanya sudah rabun akut tingkat tinggi. Tapi begitulah nama panggungnya, Inzaghi. Bukannya Suwon atau Wondo atau Jangkung. Kalau bicara mengenai rayu-merayu wanita, dia jagonya tapi soal nyali berkelahi dia  bener-benar ciut seciut Ikan Teri. Suatu masa kami di hadang musuh. Bis yang kami tumpangi tidak mau melewati musuh itu. Terpaksa kami turun dan berjalan kaki siap melawan.  puluhan musuh pun siap menyambut serangan ini. Kami sama-sama berlari menuju mendekati musuh, begitu pula Inzagi, dia juga ikut berlari dan berteriakkk "majuuu" dengan penuh semangat. Tiba-tiba sambil berteriak maju, dia memutar haluan, dia berlari berbelok dan mengejar mikrolet dan ikut kabur menjauhi kami. Dasar wondo kampret. Setelah bertemu kembali, kamipun beramai-ramai menggelapak kepalanya sambil bercanda dan sedikit kesal. Dia berdalih melakukan itu karena tiba-tiba perutnya sakit ingin buang air besar walau kami tau itu cuma dalih-berdalih . Dasar Inzagi katro.

Dan ini adalah pemain drumku, namanya Tohami. Lagi-lagi dia tidak mau di panggil  Toha atau hami. Emi. Yahh itulah nama panggungnya. Selain penakut dan suka kabur seperti wondo, sahabatku satu ini sangat pecinta berat film porno. Berbagai macam koleksi film dia punya. Mulai dari Rumput bergoyang, Ranjang ternoda, Gairah malam, Asmara di puncak kenikmatan, Malam pengantin seri satu, dua, tiga dan seterusnya.

Satu lagi pemain gitar melodiku. Namanya kuswanto, dia maunya di panggil Tiks. Dari pada di panggil  Kus-kus seperti tikus, maka dia lebih suka di panggil tiknya  saja tak perlu pakai kus. Sahabatku yang satu ini adalah Gitaris handal, dia sangat piawai memainkan 6 senar di Gitarnya. Tak heran jika banyak wanita belia terpesona dengan dirinya. Terpesona karena permainan gitarnya , bukan orangnya.

Lalu bagaimana dengan aku sang vocalis. Aku biasa saja karena pada dasarnya aku sudah luar biasa. Sudah pernah bawa samurai ngejar-ngejar  puluhan orang, pernah  mengebuki maling dan sudah pernah di gebuki  polisi, pernah kepala bocor, pernah di penjara, pernah ikut pelatihan militer angkatan darat  secara privat,  cari kerja sendiri, ratusan kali di tolak perusahaan, pernah di pecat tidak hormat, pontang-panting jadi kurir keliling jalan, pengamen bis kota dan lainnya.
 Selain wajahku yang manis, aku juga  romantis, aku bisa mencipta lagu, aku bisa sedikit bernyanyi walau seadanya. Untuk ukuran seorang vokalis, aku sudah cukup mampu membuat histeris para wanita kinyis-kinyis.

Yahhh.Itulah sedikit gambaran mengenai FRAGILE. Saat ini kami sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti Festival musik se-Jakarta utara. kami mengusung sebuah lagu dari band MUse dengan judul ‘’Thoughts of a dying atheist”.
 waktu audisi atau seleksi awal  akan di adakan hari sabtu, sialnya hari sabtu itu adalah bersamaan dengan panggilan Pramugara. Akupun berpikir keras tindakan apa yang harus  aku ambil.
Semangat musikku sangat besar, Fragile adalah nyawa keduaku, melalui band inilah aku bersemangat menjalani hidup, lagi pula aku tak tega mematahkan semangat para sahabatku, di lain sisi, panggilan Pramugara ini juga sangat penting. Dari sinilah celah-celah nasib hidupku akan terbuka. Akupun berniat menghajar kedua-duanya. Pagi-pagi aku akan meminta nomer urut agar tampil pertama untuk audisi dan selanjutnya aku akan langsung memacu motorku menuju kantor itu. 

Hari H telah tiba, aku bergegas mempersiapkan diri. Memakai Jeans coklat,Black T–Shirt, Sepatu pantopel, muka sedikit berbedak, kantong mata bersipat hitam,  eyee shadow keemasan terhias di kelopak mataku, rambut gondrong acak-acakan nan kaku berdiri ala band Jepang. Rantai putih mengelantung di sisi celana jeans, gelang karet warna hitam menghias di pergelangan.

Setelah di rasa cukup, kami bergegas ke studio. Panitia tampak sibuk menyiapkan alat-alat band. Kami hanya duduk bersabar sambil menunggu panggilan. Salah satu Panitia memberi isyarat kepada kami untuk bersiap diri. Setelah melakukan check sound sesaat, akhirnya kamipun siap perform. Aku terus bernyanyi dengan penuh penghayatan, penuh energi dan kehati-hatian tingkat tinggi karena takut fals. Di tengah lagu tiba-tiba  suara Drum agak  sedikit turun tempo dan powernya. Aku sempat menoleh ke sang Drumer.
"Kampret si Emy. Stiknya lepas dan terpental jatuh. Emy seperti berusaha keras menyeimbangkan drumnya. Dia sempat memberi kode untk segera mengambilkan stiknya yang jatuh. Akupunu bergegas mengambil dan menyerahkannya sampai musik kembali normal. Sekilas tampak beberapa juri tersenyum dan tertawa. Entah ada yang lucu atau menertawakan kejadian ini, aku tak peduli. Aku terus bernyanyi penuh energy sampai  lagu akhir disudahi.




Selain wajahku yang manis, aku juga  romantis, aku bisa mencipta lagu, aku bisa sedikit bernyanyi walau seadanya. Untuk ukuran seorang vokalis, aku sudah cukup mampu membuat histeris para wanita kinyis-kinyis.

...Menembus Langit...












Tidak ada komentar:

Posting Komentar