BAB 11 : SERSAN


Bab 11
SERSAN

Masa kelulusanku sudahah tiba, aku hanya tinggal menunggu Ijazah. Aku sudah mempunyai rencana hidup yang matang di masa depanku yaitu menjadi seorang Sersan Angkatan Darat.
Bapakku sudah mempersiapkan aku untuk menjadi seorang Tentara. Aku juga sangat mencintai profesi ini. Aku lebih cocok dengan kemiliteran.

Jauh-jauh hari sebelum masa pendaftaran bintara di buka, aku sudah di latih oleh Om Prapto. Om Praptolah yang akan mendidik aku dari segi fisik dan otak. Om Pratto sudah meyakinkan aku bahwa dari fisikku yang tinggi dan otakku yang pintar, aku akan lulus jadi seorang Sersan. Tinggal rajin berlatih fisik saja.
Sambil menunggu ijazahku keluar dan menungggu waktu pendaftaran di buka, aku sudah mulai berlatih fisik, aku latihan berlari  tengah hari bolong, aku rajin berenang dan belajar soal soal psikotest.
Waktu pendaftaran sudah dekat, Om Prapto berbicara dengan keluargaku mengenai soal besarnya biaya yang di butuhkan yaitu berkisar 25 sampai 30 juta. Biaya itu akan di gunakan sebagai pelicin atau uang terima kasih

kepada team recruitment yang akan menguji fisik dan otakku agar aku di luluskan dengan mudah.
Dana itu sangatlah besar bagi keluargaku, makan sehari-hari saja kami harus gali lubang tutup lubang, di tambah kondisi bapakku yang sakit-sakitan dan harus menyiapkan dana untuk biaya berobat. Bapakku tetap meyakinkan aku bahwa aku akan jadi tentara, apapun yang terjadi, uang itu akan di siapkan.
Setelah berembuk akhirnya Satu-satunya cara agar kami bisa mendapatkan uang itu adalah dengan cara jual tanah di kampung. Aku dan bapakku segera melakukan persiapan untuk pulang kampung. Ibuku tetap tinggal di jakarta karena harus tetap bekerja.

Naiklah aku kereta ekonomi Gaya Baru jurusan Jakarta Surabaya. kereta akan di berangkatkan pada pukul 5 sore tapi  aku sudah berada di stasiun pukul 12. Itu kami lakukan agar kami bisa membeli tiket yang ada tempat duduknya.
Tampak sekelilingku ramai penumpang beserta barang bawaannya. karung besar yang entah  berisikan apa, kardus- kardus bekas yang sudah sobek di ikat dengan tali yang serabutan, ada yang bawa kompor, boneka besar yg melebihi besar badan si empunya dan banyak lagi pemandangan yang lucu lainnya. Semua tampak bersemangat menunggu kedatangan  kereta. Semangat untuk kembali melihat kampung halaman, semangat untuk bertemu dengan keluarga dan para sahabat. Mereka semua sibuk dengan khayalan dan lamunannnya masing masing. Begitu pula aku, hampir sudah 7 tahun aku tidak pulang kampung, kembali aku mengenang masa masa kecilku, bermain poli di sekolah, banteng-bentengan, mencari lele di sawah, pergi ke gunung membantu ibuku mencari kayu bakar...dll. Semua kenangan itu teringat kembali dalam lamunanku.

"Tuutttt tuuutttttt" suara kereta api  sudah datang. Semua para penumpang berdiri berdesakan ingin masuk ke dalam gerbong kereta. Ada yang terjatuh , ada yang menarik-narik baju, ada yang memanggul barang bawaaanya ke atas agar tidak terjepit. Suasana tampak kacau. Aku dan Bapakku hanya melihat dari luar saja. Bapakkku memintaku untuk naik terakhir saja karena kita sudah mempunyai tiket tempat duduk.
Setelah menunggu, kami pun menaiki gerbong dengan leluasa. Kami berjalan perlahan menuju ke arah kursi kami, sesekali kami harus memiringkan badan ,menahan langkah kaki karena banyaknya orang yang duduk di lorong gerbong. Sampailah kami di tempat duduk.
 Aku duduk bersebelahan dengan bapakku, tampak di depanku seorang keluarga dengan anak  bayi yang menangis. Di sini sangat panas, terlalu banyak orang berjubel, ramai berlalu lalang.
"kacang-kacang, rokok-rokok, tahu panas tahu panas, aqua-aqua".  Itulah suara suara para pencari nafkah. Sungguh berisik sekali tempat ini. Ini mungkin yang menyebabkan anak kecil itu tidak nyaman dan akhirnya menangis.

"Tuuuttt...tuuttt..." Keretapun di berangkatkan. Aku sibuk melihat pemandangan di luar melalui sebuah jendela kaca yang sudah retak mau pecah. Berjam-jam aku menatap kosong ke luar jendela. Aku berkhayal melihat diriku gagah dengan seragam tentara mengokang sebuah senjata.
Siaappp Grakkkk, hormat senjata graakkkkk, menggunakan baju loreng , muka penuh goresan hitam , memanggul tas ransel, tiarap dan merangkak.
"dor..dor..dor..." Aku tembak sana tembak sini melumpuhkan musuh.
Semalaman suntuk aku tak terpejam. Banyaknya suara para penjaja makanan dan panasnya suasana gerbong membuat aku terus sibuk melihat pemandangan dari desa ke desa. Tampak sesekali ku lihat bapakku terserang asmanya, dia tampak sulit bernafas. Akupun membantu memijat punggung dan lehernya sampai bapakku merasa lega kembali.





“Begitu pula aku, hampit 7 tahun aku tidak pulang kampung. Kembali aku mengenang masa kecilku, bermain poli di sekolah, benteng-bentengan,mencari lele di sawah, pergi kehutan cari kayu bakar. Semua kenangan itu teringat kembali dalam lamunanku.

...Menembus Langit...








Tidak ada komentar:

Posting Komentar