Bab 3
Terusir Pulang
Sejak saat pertandingan bola
volley itu, namaku makin tersohor. Aku mulai banyak teman. Gaya bicaraku juga
sudah mulai Loe dan Gue-Gue. Penampilanku juga sudah mulai rapih dan bersih
seperti anak Kota. Rambutku yang dulu belah miring, sekarang aku rubah menjadi belah
tengah, sesuai dengan trend pada masa itu, bagai artis mandarin Andy Lau. Gara-gara
belah tengah inilah aura kegantenganku mulai tampak bersemi bagai kuncup mawar
merah merona. Aku bertambah manis, rambutku selalu rapih belah tengah dan aku
mulai berani mengobrol dengan para wanita. Aku merasa semenjak rambut belah
tengah ini, banyak wanita yang menggodaiku.
Kesenangan dan kenyamanan
mulai aku rasakan. Banyak teman, olah raga volley bersama, ikut kegiatan Pramuka dll. Sampai suatu saat, ketika aku sedang
belajar di dalam kelas, kepala sekolah memanggilku untuk bicara di ruangannya.
“Priyo.kamu
sekarang pulang, tidak usah ikut belajar
karena sampai sekarang bapakmu belum bisa bayar biaya pendaftaran sekolah,
jadi sampaikan kepada bapakmu, kamu
tidak boleh masuk sekolah dulu sebelum semua biaya di lunasi ".
Kata-kata yang cukup tegas,
bernada tinggi dan menyayat hatiku.
Dengan rasa sedih tak terkira,
aku kembali ke kelas dan mengambil tasku dan segera pergi berlari. Inilah saat pertama kali aku merasakan perih
dan sedih yang teramat. Aku berlari penuh linang, tak hentinya tanganku menyeka
air mata ini yang terus deras terjatuh menghalang mata untuk melihat. Berkali
aku jatuh tapi terus kuberlari, jantung terpacu, nafas terengah, tangis
tersendak sampai aku tiba di rumah dan lemas sambil terus menangisi sedihku ini.
Aku terusir pulang...
“ Pri, kamu sekarang pulang. Tidak usah ikut belajar karena sampai
sekarang bapakmu belum bayar uang pendaftaran sekolah, jadi sampaikan kepada
bapakmu kalau kamu tidak boleh masuk sekolah dulu sebelum semua di lunasi.”
...Menembus Langit...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar