BAB 9 : PENJARA


Bab 9
PENJARA

kebocoran di kepalaku membuatku tidak masuk sekolah hampir 10 hari. Kepalaku sekarang pitak. Setelah sembuh, aku mulai masuk sekolah dan bergabung dengan teman-temanku lagi. Di awal masuk sekolah, banyak teman-teman di sekolah yang membicarakan sepak terjang kami ber-7. Cerita ini ternyata sudah menjadi bahan perbicangan di seluruh sekolahku, bahwa 7 orang bisa membuat mundur 50an orang.
Semenjak kejadian itu kami ber-7 tidak pernah di tinggal lagi oleh  si ompong. Keberanian  dan kekompakan kami yang saling menjaga sangat di butuhkan untuk membangun kekuatan. Kami sudah sangat di segani sekarang.

Ini adalah hari pertamaku masuk sekolah setelah absen 10 hari. Aku sudah di wanti-wanti orang tuaku untuk tidak ikut tawuran. Tapi aku tetap ikut bergabung kembali, aku takut kalau harus berangkat dan pulang sekolah sendiri. Lagi-lagi  aku bisa di keroyok dan di Palak lagi.

Seperti biasa, sepulang sekolah  kami berkumpul di taman sambil menunggu kedatangan teman-teman yang lain. Setelah semua di rasa lengkap, kami pun bergegas naik kontainer lagi. Seperti biasa pula selepas 10 menit keberangkatan, kembali kami di hadang oleh belasan musuh. Lagi-lagi kami di hujani batu. Aku langsung berinisiatif untuk turun dan menghadapi mereka. Aku lirik ke belakang, ternyata 6 orang temanku juga turun mendampingiku. Akupun segera mengeluarkan plat besiku dan mengacungkan ke atas siap untuk duel. Tanpa ada perlawanan , belasan orang tadi langsung lari tunggang langgang. Mereka cuma  melempar batu dan sembunyi badan.  Kami ber-7 segera bersiap siap utk kembali menghampiri kontainer dan bergabung dengan puluhan temanku..
"Tiba-tiba saja dorrr dorr dorrr." Empat polisi mengendarai motor balap mengejar kami ber-7. Aku panik dan bingung harus kemana dan bagaimana. aku terus di kejar sampai akhirnya akupun jatuh tersungkur karena di tabrak oleh polisi itu. Aku mencoba berdiri dan kembali berlari tapi tiba-tiba saja satu pukulan deras mendarat di perutku.Bughk,,,, , pukulan ini benar-benar sakit, aku langsung muntah dan tersungkur ke tanah, kembali badanku di tendang, di seret-seret dan  dibawalah aku ke Polsek penjaringan.
Sesampainya di Polsek, aku langsung di bawa masuk ke ruang kantor. Di suruhlah aku jongkok di depan pintu. tampak polisi sedang sibuk menghisap rokoknya.
"Ahhh tawuran lagi yaa...blepakk."
 Datang seorang polisi lainnya dan mendadak menamparku. Aku benar benar kesakitan, pipiku merah, perut dan badanku sakit yang teramat . 

"Dah kamu ambil kain pel, bersihkan semua ruangan yang ada di kantor ini dari mulai lantai, kaca-kaca sampai toilet yaaa. Kamu gak akan pulang sebelum orang tua dan gurumu datang."
 Itulah perintah yang di berikan bapak polisi kepadaku. Segeralah aku mengambil kain Pel, aku bersihkan semua lantai kantor itu, dari mulai meja, kursi, kaca, pekarangan kantor sampai toilet. Sehari penuh aku bekerja sebagai tukang bersih-bersih sampai pukul 7 malam aku di minta istirahat dan di beri makan sebungkus nasi goreng.

"Jam segini aku belum pulang, orang tuaku pasti mencariku." Aku bergundah
bermalamlah aku di kantor polisi itu. Aku di tempatkan di sebuah sel dengan ukuran kecil. Bertembok putih penuh dengan coretan tangan curahan kegalauan. gambar wanita menonjolkan buah dadanya dan sebgainya. Aku duduk menyendiri di dalam sel itu sambil memikirkan orang tuaku.  

"Apa yang aku lakukan ini, kenapa aku sekarang terpenjara, bagaimana reaksi orang tuaku." Gumanku sambil meneteskan airmata penuh isak.
Badanku yang sakit, pikiranku yang galau dan isak tangisku yang tak henti menjadi penyebab aku tidak bisa tidur semalaman sampai pagi.
Ketika pagi menjelang, kembali aku bekerja menjadi tukang bersih-bersih. Aku sapu pekarangan, semua ruangan kantor, membersihkan bak mandi , menggosok WC dan lainnya. 

Sekitar jam 9, tampak kedua orang tuaku dan guruku datang menjengukku. Ibuku langsung berlari memeluk aku sambil menangis sederas-derasnya. Bapakku hanya mengelus-elus kepalaku dan pergi menuju ke sebuah ruangan untuk membicarakan  statusku. Berkumpulah kami di sebuah ruangan kecil. Ada guru, orang tuaku dan beberapa Polisi. Bapak Polisi menjelaskan soal statusku bahwa aku terlibat tawuran di jalanan dan akhirnya tertangkap dan di temukan sebuah senjata plat besi yang berujung tajam tersimpan di dalam tasku. Plat besi yang aku bawa itu di kategorikan senjata yang bisa melukai orang. 

Panjang lebar mereka berbicara sampai akhirnya guru dan orang tuaku di persilahkan untuk pulang. "Ibuku tampak menangis saat meninggalkan aku.
"kamu baik baik aja di sini ya Le, Bapak tak usahain cari cara untuk ngeluarin kowe." kata bapakku menenangkan aku.
Kembalilah aku sendiri di kantor Polisi itu. Lagi-lagi aku terus bekerja sebagai tukang bersih-bersih. Sesekali aku di minta membeli makanan, rokok dan kopi. Saat malam tiba, kembali aku di jebloskan ke ruang tahanan. sekitar pukul 9 malam, Orang tuaku datang menjengukku dan membawakan makanan.

"Kalo bapak mau ngeluarin kowe dari penjara ini, Bapak harus siapin duit banyak untuk nebus dan kowe bisa di penjara berbulan-bulan kalo sampai bapak ga siapin uangnya. Bapak harus cari duit dimana? Coba kowe mikir Le, bapak bawa kowe ke jakarta biar bisa sekolah dan jadi orang pinter karna kalau  di kampung , kowe  akan jadi orang bodo."
kata bapak sedikit memarahiku. aku cuma bisa diam sambil terisak.
Selepas orang tuaku pulang, akupun sendiri  lagi di sel tahanan itu. Sampai kapan aku ada di sel ini . Apa bisa bapakku cari uang banyak tuk nebus aku . Apa jadinya aku kalau sampai ga sekolah. otakku penuh dengan pertanyaan, mataku penuh dengan tangis, aku benar benar tersiksa.


 “ kalau Bapak mau ngeluarin kowe dari penjara sini, Bapak harus siapin duit banyak untuk nebus Le.
Kowe bisa di penjara
berbulan-bulan kalau sampai Bapak ndak siapin uangnya. Bapak harus cari duit darimana Le? Coba pikir Le?

...Menembus Langit...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar