BAB 7 : PEPALAKAN


Bab 7
 PePalakan..


Sesampainya di rumah, aku langsung merenung diri. Bapak dan emakku sedang sibuk bekerja. Aku rebahkan badanku di atas kasur busa yang sudah usang. Ku sandarkan kepalaku di atas bantal buatan ibuku yang dalamnya cuma di isi  kain-kain bekas sekedar untuk  merasa empuk. Ku pandangi atap rumahku yang berlapiskan triplek basah dan hitam karena sering terjadinya kebocoran. Pikiranku masih terlamun oleh kejadian hari ini. Hujan batu, Perang, tawuran, kaca pecah, darah  dan nasib bowo .Keesokan harinya, aku bersiap kembali untuk berangkat sekolah.

"Ini uang jajanmu ya, belajar yang rajin ya Le”. kata ibu sambil menyelipkan uang RP.1500 ke kantong baju. Naiklah aku ke angkot menuju daerah Jembatan Baru ke arah Mangga Dua dan dari sana aku akan turun dan melanjutkan perjalanan dengan menaiki bis Metromini  biru 02. Perjalanan menuju sekolah memang cukup lama dan butuh waktu berkisar 1 jam.
 "Jembar jembar. " kata supir yang memberitahu   telah sampai  di Jembatan baru.
Turunlah aku di Jembatan baru dan berdiri di pinggir jembatan untuk menunggu Metromini 02. Tampak di kanan kiriku banyak para wanita yang juga berdiri menunggu angkutan. Ada yang rambutnya masih basah, ada  yang bedaknya tidak rata dan berbagai macam aroma parfum yang lalu lalang di hidungku. Pagi ini sangat segar, sesegar para wanita itu. Namun tidak denganku. Badanku lemas, aku sangat mengantuk karena semalam kurang tidur.

Aku masih tetap berdiri sambil melihat ke ujung jalan menunggu metrominiku datang, tampak beberapa anak sekolah menyeberang jalan dan menuju ke arahku. Ahhh pasti mereka satu  sekolah  denganku.
"Anak mana loh?”  mereka menghampiri  dan bertanya dengan sangat kasar.
"Anak PLO 12 bang, abang kakak kelasku ya?" Aku balik bertanya.
"Bukan, gua anak boedoet."  Jawab mereka. Tiba tiba saja mereka mengandeng tanganku dan mengajak aku ke tempat sepi. Di periksalah isi tas ku, topiku di ambil, uang sakuku 1500 di rampas, sepatu baruku yang baru beli di rampas juga. Aku cuma pasrah dan menuruti saja apa mau mereka. Di saat  sibuk menggeladah saku celanaku,tiba tiba salah satu dari mereka teriak. "PLO dateng tuh, ayoo cabuuttt. "

 Aku  sempat menahan salah satu dari mereka karena tasku akan di bawa pergi , sampai akhirnya aku di pukul dengan sangat keras di bagian wajah, kemudian aku di tendang di bagian perut sampai aku terpental dan tersungkur memeluk tanah.
Mereka segera lari setelah beberapa anak sekolah turun dari bis  mengejar dan meneriaki mereka. Aku masih tersungkur di tanah sampai sekerumunan anak sekolah datang dan menolongku berdiri. Hampir 80 sampai 100 orang turun dari bis dan melihat keadaanku. Ternyata anak sekolah ini adalah teman-teman sekolahku yang kemarin pulang bersama.

Baju putihku kotor dan berdebu, tas, topi dan sepatu ku hilang di rampas. Mata sebelah kanan di bagian pelipis tampak berdarah  karena ada sedikit robekan bekas pukulan tadi. Aku cuma bisa diam dan menahan kesal dan amarah.
 "Loe kenapa berangkat sendirian , bukannya nungguin anak-anak, bego luh."
 kata si  ompong yang datang  menghampiri sekaligus memarahiku.






“Aku sempat menahan salah satu dari mereka karena tasku akan di rampas juga, sampai akhirnya aku di pukul dengan sangat keras di bagian wajah, aku di tendang tepat ke arah perut sampai aku tersungkur memeluk tanah.”

...Menembus Langit...










Tidak ada komentar:

Posting Komentar