BAB 54 : PERSONALITY TRAINING



Celana hitam panjang, baju putih fit body, berdasi kuning bermotif bundaran kecil. Sepatu hitam mengkilat terang. Cecuitan binatang bersayap beterbangan berkejaran saling matuk-mematuk menjalin asmara memadu cinta. Bahagianya mereka menambah indah pagiku ini semakin berseri.

Aku tegap melangkahkan kaki penuh wibawa. Berjalan ala pangeran kerajaan melalui karpet merah bersanding para dayang. Langkahku sudah berubah. Aku yang dulu melangkah menyeret kaki, punggung membongkok, tangan melenggang berayun, Kaki mengegang terbuka lebar membuka selangkangan, klelas-klepus rokok di tangan, Sekarang sudah jauh berbeda. Punggung kepala tegak, berjalan penuh wibawa, rambut ku jingrak tipis rapih, senyum sumringah selalu tersirat, perilakuku sudah bergaya bak Executife Muda. Aku sudah sedikit berkelas. Dari yang dulunya cungkring sekarang menjadi maskulin.

Ratih dan Arif melambaikan tangan memanggilku untuk duduk di kelas berdampngan. Suasana kelas ini bagaikan sebuah ruangan seminar para pejabat negara di sebuah hotel mewah. Segelas bulat bergagang kecil berisikan jernih air tak berwarna. Sungguh tersaji elegan. Tata ruang meja panjang berbentuk U menghadap sebuah papan tembok yang tersinari terang. Menimbulkan tulisan berjudul CRM Crew Resource Management.

Yahhh. Inilah hari pertamaku di puncak ini untuk mempelajari sebuah materi baru yang konon bisa membuka wawasan kita untuk lebih menjadi pribadi yang unggul. Entah materi berjenis apa, aku masih meraba.

“Bang semalam gimana tidurnya, asyik ga?” Tanya Ratih dengan senyumannya yang lucu.

“Ga usah loe Tanya neng. pasti tidurnya sampai mimpi basah deh. Keenakan ngerasaain kasur empuk.” Ledek Arif sambil cekikikan.

“Iya neng sumpah. Semalem adalah kasur terempuk selama aku hidup. Bantal dan guling terlembut selama aku tidur dan kamar yang sangat nyaman. Aku berasa jadi orang kaya sekarang ini. Gak Cuma mimpi basah Rif tapi sampai mimpi kebanjiran.“ Ucapku penuh gelak tawa. Suasana kami bertiga penuh tawa dan ceria. Mereka berdua adalah dua sahabat terbaik yang aku punya. “Terima kasih Arif. Terima kasih ratih. Aku ada di titik ini berkat dukungan kalian.” dalam hati berucap.

“Hallo selamat pagi semuanya. Apa kabar?” Datanglah tiga orang memasuki ruangan derngan penuh nada semangat dan wajah nan ceria.
“Baiklah perkenalkan nama saya Toni, sebelah kiri saya ini Mba Dewi dan sebelah kanan adalah Mas Hendra. Kami bertiga siap memberikan materi pagi ini dengan penuh semangat tinggi.” Sapa Mas Toni dengan sangat bersemangat.

Baiklah teman-temanku, mulai hari ini, di tempat ini kalian akan belajar dan mempelajari materi yang tidak akan pernah kalian dapatkan di sekolah. Ini adalah materi mahal dan sangat berkelas. Hanya orang-orang yang berprofesi khusus saja yang akan mendapatkan materi ini. Kalian akan mempelajari apa yang dinamakan perception, self awarnes, situational awareness, communication, solve problem management, mental and character building, reflection, leadership, team work dan yang lainnya.
Kali ini kembali aku termangu. Mendengar Judul materi saja sudah terdengar berkelas dan bertingkat tinggi. Aku sangat tidak sabar ingin belajar mengenai materi-materi itu.

Setelah berpanjang lebar memberi penjelasan mengenai training concept, waktu untuk berehatpun segera tiba. Di arahkan kami menuju sebuah ruangan. Aroma makanan tercium semerbak menyengat.
Terpajang panjang sebuah meja memanjang dengan hiasan berupa hidangan makanan. Bermacam kue tersaji indah berbaris rapih. Dari kue tradisional sampai kue bolu berlubang tengah bertaburkan butiran kecil beraneka warna dan rasa. Empat buah tabung besar berjejer lencang kanan. Bertuliskan susu, teh, kopi dan air mineral. Di sampingnya terletak sebuah mangkok berkotak berisikan puluhan sachet bertuliskan “sugar”.

Gelas cangkir dan piring kecil di tata bertingkat-tingkat membentuk undak-undakan bagai cecandian Prambanan berseni tinggi. Kursi meja terletak rapih tertata apik di balut kain putih bersih, menyejukkan mata untuk teduh tak kala menatapnya.
Udara pagi menghembus sepoi memasuki ruangan melalu jendela nan terbuka lebar. Perutku yang sedari tadi berkelutak kelutuk, sekarang bernyanyi ceria melihat santapan ada di depan mata. Siap di suapi, lapar akan segera terobati. Sarapan sepotong kue mahal berminumkan susu segar di tempat elegan berisikan para pemuda tampan dan wanita yang menawan. Sungguh sangat menyentuh hati. Tak di sangka aku berada di situasi ini. Sangat berkelas.

Teringat dulu bagaimana masa laluku. Sarapan pagi sebungkus nasi uduk berminumkan teh tawar hangat di pingir jalan. Duduk di kursi kayu papan panjang dengan sebelah kaki nangkring di atas kursi dan tiba-tiba jomplang karena berdirinya orang yang duduk di ujung papan. Seketika nasi uduk tertumpah berarakan menghiasi wajah dan pakaian. Tersungkur aku di timpa kursi papan. Bukan bantuan yang ku dapatkan malah tertawaan dari para wanita pekerja yang kebetulan melintasi jalan. Tertawa karena gulungan mie yang melingkar menghiasi kumis ini. Belahan setengah telor menempel tepat di jidat. Segumpal sambal merah nemplok dipipi. Sudah jatuh tertimpa papan, berparas badut jadi tertawaan.

“Hai bang. Belum juga melayani penumpang tapi udah senyam-senyum sendiri aja. Menghayal apa bang.“ Ucapan Ratih menyadarkan lamunanku. Ternyata aku senyam-senyum sendiri tanpa ku sadari.

“Tenang yok. Simpan senyummu. Siap-siap nanti senyumin 180 penumpang per sector. Kalau terbang 4 sektor, dower-dower dah tuh bibir luh…hahahahah.” Ledek arif penuh canda. Kamipun tertawa bersama sambil menikmati coffe break ini. Sungguh coffe break yang mewah….




Gelas cangkir dan piring kecil di tata bertingkat-tingkat membentuk undak-undakan bagai cecandian Prambanan berseni tinggi. Kursi meja terletak rapih tertata apik di balut kain putih bersih, menyejukkan mata untuk teduh tak kala menatapnya.

…Menembus Langit…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar