BAB 47 : JAMAH AKU DEMI SUSU ANAKKU..



Hari ini aku tidak pulang ke rumah. Menginaplah aku di rumah teman sekelasku. Nordin. Lelaki tinggi berbadan tegap. Rambut samping di cepak. Di tengahnya berdiri tegak macam penangkal petir di gedung beratap tinggi.
Sebuah kamar beruang dua dan satu kamar mandi di ujung sudut. Terang benderang berkesan lebar tapi berantak-rantakan penuh serakan barang. Inilah kamar pejantan. Jauh sekali dari kata rapih. Berlembar Koran bergambar pemain bola tergeletak tercampak seusai di baca sudah tak guna. Asbak rokok lebih dari tiga terlahir dari bekas plastic si gelas tipis. Koran lusuh di bentuk perahu dan asbak beling penuh puntungan batang. Kaos kaki dan pakaian lusuh menumpuk luber di ember biru. Serakan kaset Cd puluhan lagu menghampar di depan sebuah combo box mungil tapi bersuara gelegar.

“Maaf ya yok, kamar gua berantakan banget. Gua beresin dulu sebentar. Dah lo ngerokok aja dulu di luar.”
Nordin menyodorkanku sebungkus rokok dan korek gas bergambar wanita bugil. Lama nian aku tak menghisap tembakau yang terkemas rapih berbalut putih ini. Kecil padat berpangkal busa berujung bara. Asap meliuk mengarah ke langit. Memberi nikmat para pecandu. Dia bagai sahabat sejati yang siap menemani dikala resah, setia mendampingi di saat sendiri, menghibur hati tak kala bergundah.Ku klepas dan ku klepus si batang putih. Asap mengepul melayang sirna di hempas angin terberai cerai. Merampas lamunanku di bawa terbang melayang berayun-ayun merengkuh harap menggapai cita. Sesekali ku lirik nordin yang membungkuk-bungkuk menyapu debu bercampur sampah. Sampah di pungut di buang ke dalam keranjang, debu di hempas terusir paksa ke luar kamar. Pulang kembali bertemu bumi.

Rido dan wacik juga ternyata kost berdampingan. Kami berempat berkumpul jadi satu. Berbincang membahas bermacam obrolan. Dari mulai membahas kelakuan Dr Amar, si perempuan itu, kecantikan Ilma sampai menjurus ke urusan selangkangan. Makin malam obrolan semakin tak karuan. Terus-terusan membahas tubuh indah perempuan.

“Gimana kalau malam ini kita keluar rumah sambil ngopi-ngopi di temani cewe? pasti seru tuh.” Ide ridho membuat kami diam sesaat.
“Ayo ayo.” Tak lama Nordin dan wacikpun mengiyakan. Awalnya aku sedikit berberat hati karena terbatasnya isi kantong yang ku miliki tapi mereka tetap memaksa untuk di temani. Kamipun akhirnya berangkat mengendarai 2 sepeda motor. Menghantam sepoi angin malam menerjang gelap berselimut hitam kelam.

Tak butuh waktu lama, kamipun tiba. Suara music disco mendayu-dayu menyentak hati menggugah diri. Merayu raga ini agar ikut menari menikmati segelas air sakti untuk memabukkan diri. Di tuntunlah kami menuju ujung sudut. Sebuah sofa hitam panjang bermeja bundar. Ridho tampak berbisik dengan salah satu pelayan. Setubuh wanita bertang top hitam berambut panjang teruarai mengacak terlihat nakal. Belahan dada seperti ingin berontak agar tidak terus di ikat tali bra warna merah. Celana pendek teramat pendek. Mengumbar putihnya paha sampai ke pangkalnya. Setelah usai membisik, wanita itupun segera berlalu setelah tangan ridho menepuk pinggulnya penuh gegemasan.

Tak lama kami duduk, datanglah empat wanita miskin busana. Ke empatnya sangat mengumbar lekuk vital tubuhnya. Satu persatu mereka duduk menyebar mendampingi kami. Mereka menuangkan air dari dalam botol berwarna gelap. Di dalam gelas sudah terisi butiran batu dingin. Airpun memancur berwarna kuning emas jatuh tercurah mengisi gelas. Ridho dengan leluasanya memeluk wanita yang menemaninya. Wacik dan nordinpun sangat asyik dengan wanitanya. Mereka tertawa bersenda gurau. Sesekali meraba gundukan halus putih juga mulus. Sesekali bibir mengecup penuh birahi. Sesekali juga aku senyam-senyum melihat polah mereka.
“Mas ayo dong di minum.” Wanita yang menemaniku menghantarkan gelas mendekati mulutku. Ku teguk sedikit, kucium aromanya, dingin di mulut tapi panas di tenggorokan terus menjalar sampai ke perut. “Wuueehh..wuueehhh.“ Mual rasanya aku ingin muntah. Wacik, Nordin dan ridho ngakak sejadinya. Mereka terbahak melihat polahku.

“Katanya anak Priok, masa baru seteguk dah mau muntah...hahahahhahaa.“ Celetuk Nordin meledekku penuh tawa.
Aku memang kategori anak urakan. Suka tawuran, main judi, menghisap ganja, sesekali minum bir tapi jujur saja aku tidak pernah meminum yang seperti ini. Sangat keras dan panas di tenggorokan menjalar ke perut. Akupun memutuskan untuk tidak melanjutkannya lagi.

“Mas kalau ga suka minum, kita ngamar aja yuk. Mas pasti doyan kalau ngamar kan. Di jamin deh muntahnya pasti enak.“ Entah ada angin apa, wanita di sampingku ini tiba-tiba menjalarkan tangannya ke dadaku terus menjalar ke perut, terus sampai ke bawah perut dan uuuhhhhhh. Di jamahnya si tonggak batu dengan jemari nakalnya.

“Maaf mbak saya ga bisa.” Sanggahku sambil menyingkirkan perlahan remasan jemarinya. Aku memang lelaki normal tapi aku tidak pernah di hadapkan dengan situasi seperti ini. Bermesra dengan wanita yang baru ku kenal. Kok rasanya aneh buatku.

“Aku kurang sexi ya mas? ayolah mas bantuin aku. 200 ribu aja mas, buat bantu beli susu anakku. Di jamin mas puas deh.” Ya ampun. Dia memintaku untuk menidurinya seharga 200 ribu dan itu untuk membantu membeli susu anaknya. Sungguh miris hatiku. Kasihan wanita ini. Menjual tubuhnya demi hal yang mulia. Untuk menghidupi anaknya. Begitu parahkan Negara ini tidak bisa menyediakan lapangan pekerjaan yang lebih terhormat dan bermartabat.

“Mas ga nafsu ya sama aku? Lihat nih mas belahan dadaku, lumayan besar kok mas. “
Gila benar wanita ini. Dia menarik ke bawah bra merahnya dan mempertontonkannya kepadaku. Dua gumpalan putih yang bulat. Sangat menggoda. Aku sedikit termangu melihat dua gumpalan daging putih itu. apalagi ketika tanganku ini di bawanya dan di daratkan tepat di dua bukit itu. Aahhhh sungguh halus lembut dan cenat cenuttt kepala botak di selangkanganku. Bagai sengatan listrik 1000volt menjalar mengalir ke seluruh badanku menuju titik vital sebuah daging lunak yang berubah menjadi tonggak batu. kulepaskan tanganku yang semula mencengkeram dadanya, ku singkirkan tangannya yang menjamah tongkat batuku.

“Maaf mbak. Aku ga bisa.” Jawabku mencoba untuk terus menolaknya. Ku hisap rokokku penuh kegugupan. Merasakan dua kepala saling berperang. Kepala atasku menahan tapi kepala bawahku tak tertahan. Selalu saja tongkat batuku ini manggut-manggutan, berkejang –kejang tak tahan ingin masuk ke sarang kenikmatan. Aku terus menahan mencoba untuk tidak terangsang walau jelas sudah tongkkatku pusing bukan kepalang.Ingin rasanya segera memuntahkan ketegangan ini di lubang bersemak berhawa hangat memberi nikmat.

“Ya sudah deh mas. 150 ribu aja deh. Ayoo mas.‘’ Perempuan ini terus menerus merayu. wajah iba penuh kasihan. Terus-terusan dia merayu sampai banting harga menjadi 100 ribuan. Bukan birahi yang makin kurasa tapi rasa iba yang kian melanda. Kasihan wanita ini. Kuberikanlah selembar 50 ribu sebagai maksud baikku untuk membantu dia membelikan susu anaknya walau aku sadar uang itu juga sangat aku butuhkan untuk kelangsungan hidupku. Yaa sudahlah. Saat ini dia lebih memerlukan.
Sambil melihat tingkah polah temanku yang sudah mulai mabuk, aku mendengarkan cerita hidup wanita ini. Bagaimana dia terpaksa harus melacurkan diri demi untuk menafkahi diri dan bayinya.

“Mungkin dengan enteng orang bilang bahwa banyak rejeki lain yang halal yang bisa di lakukan tanpa harus menjual diri. Tapi mereka hanya bisa bilang berbilang tanpa menyadari bagaimana sulitnya menghadapi keadaan. Hidup tak semudah mulut berucap. Tak ada satupun wanita yang ingin melacur. Saya juga ingin menjadi wanita terhormat. Tapi inilah dunia saya. Dunia yang memberi saya rejeki untuk bisa membeli sesuap nasi. Dunia yang tidak perna kalian rasa. Dunia yang tidak pernah kalian kira bahwa betapa sulitnya mencari pekerjaan yang halal di negeri ini.saya dijamah demi susu anak“ Cerita perempuan sambil sedikit berlinangan.
Aku sangat mengerti apa yang dia rasa saat ini. Hidup penuh dilemma. Hidup memang kejam. Tanpa uang kita akan selalu jadi mahluk terbuang. Semakin ku amati wajah wanita ini tergolong cantik. Seharusnya akan banyak lelaki yang tertarik.

“Sekarang mas tertarik ga sama aku ?’’ Tanyanya.
“Yah memang benar mas. Banyak lelaki yang tertarik sama kecantikanku. Tapi mereka hanya butuh pelampiasan nafsu dariku. Ga lebih. “ Katanya.
Sekilas aku sempat mengandai. Kalau saja aku menjadi lelaki mapan, ingin rasanya ku angkat derajat wanita ini ke dunia penuh martabat. Dunia normal yang terang benderang. Sehat dan terhormat.
Doakan aku berhasil wahai kupu-kupu malam.

Lama nian aku tak menghisap tembakau yang terkemas rapih berbalut putih ini. Kecil padat berpangkal busa berujung bara. Asap meliuk mengarah ke langit. Memberi nikmat para pecandu. Dia bagai sahabat sejati yang siap menemani dikala resah, setia mendampingi di saat sendiri, menghibur hati tak kala bergundah.

...Menembus langit...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar