Bab 43
LUPA AKU
Sore tiba.
Pelajaran usai. Akupun bersiap diri untuk pulang. si Perempuan itu memasuki kelas dengan
gayanya yang bak putri Indonesia wakil dari propinsi Gunung kidul. Jelmaan ratu
ular belang sawah pemangsa katak hijau.
Mulut berdesisss. hidung kembang kempis.
"Jangan lupa. Setelah ini kalian langsung ke lapangan untuk
olahraga Aerobik. Pastikan semua membawa perlengkapan olah raga seperti yang
sudah saya sampaikan kemarin."
Ucapan Perempuan itu bak ratu petir yang menggelegarkan jantungku. Bagai tawon jantan yang
mengentup pantatku. Bagai ulat bulu yang mengGatalkan leherku.
"Astagaaaa. Aku sungguh sangat lupa. Harusnya aku membawa kaos
ganti dan celana pendek untuk Aerobic.”
Gumanku penuh gelisah resah binti pucat pasi
sedih sendiri meraung sesal berselimut benci menangisi kebodohan diri ini.
Kenapa aku bisa lupa?
Berkumpullah
sudah semua di lapangan. Tempat yang
luas, bersih di penuhi warna terang. Alunan musik disco
terdengar keras mengilhami hati untuk menyemangat diri. Beberapa Instruktur
senam bersibuk menyiapkan keperluan pribadi. bersiap memulai gerakan pemanasan.
Belum juga
pemanasan di mulai tapi bathinku sudah memanas melebihi ragaku tak kala si Perempuan itu memanggilku menuju ke depan. Yaaaa aku tahu. Ini pasti karena hanya aku di
lapangan ini yang tidak berseragam olahraga.
Dua tangan
berkancak lemak di pingang gendut nan
berlipat bagai kue lapis berlapis-lapis. Mata keluar membesar melebihi
kelopak. Tajam memandang siap mengiris telingaku dengan cincangan kata berduri.
Akupun bersiaga membentengi diri. Menembok hatiku dengan adonan pasir semen
Gresik agar kokoh kuat tak tergoyah
kala di hantam semburan amarah wanita bermulut pedang berwajah belati. Kupagari
telingaku dengan bambu hijau setengah setengah menguning berdaging ulet
berserat kawat. Rapat berbaris tiada
celah sekecilpun untuk mencuri masuk mengoyak gendang telinga.
Ku tulikan
telingaku. Ku bisukan mulutku. Ku hampakan hatiku. Sejenak aku berpura menjadi
pribadi mati berwujud hidup. Tak ingin ku mendengar sumpah serapah bermuat hina berkantong cerca, akupun sudah berdiri tegak di hadapnya. Ku
lihat mulutnya menari jaipong,tangan dan matanya menari kecak bali, rambut panjangnya berkibas berputar ala gaya Trio macan.
Akhir dari
pertunjukan, akupun di ganjar hukuman berlari mengelilingi lapangan lima kali.
Kutaati dan ku lakoni dengan beribu khayal sejuta angan. Keringat tercucur,
tenaga berkuras, malu terpampang dengan wajah penuh cemohan. Sesekali Ratih dan
Arif memandangiku tak kala aku melintasi kerumunan mereka. Mereka terlihat
kasihan kepadaku. Wajah iba tersirat jelas berselimut sedih.
Selesai sudah
lima kali aku mengitari lapangan, akupun beristirahat mengatur nafas. Ku duduk
termangu di belakang kerumunan kelasku yang penuh ceria berjoget ria mengikuti
gerakan Instruktur senam yang terlihat lucu.
Waktu sudah
menjelang malam. Senam aerobik ini selesai pukul delapan. Kamipun segera pulang
untuk beristirahat dan bersiap diri besok pagi untuk kembali mengasah diri.
Temanku tiada bermasalah ketika mereka harus pulang malam, karena kebanyakan
mereka adalah anak daerah yang memilih tinggal di kost sekitar Kantor. Toh
kalaupun jauh, mereka sudah ada kendaraan pribadi setidaknya sepeda Motor.
Tidak dengan aku. Setelah berpisah dengan Kingku, waktuku habis terkuras di
jalan bersama bis angkutan. Kadang ku habiskan lelah dan kantukku di kursi plastik
tanpa busa, bersandar kaca penuh
kelelahan. Lelah hati, lelah pikiran. Jam 11 aku tiba di rumah, jam 4 pagi aku
bergegas kembali. Begitulah masa training berhari hari ku lalui.
Setelah
musyawarah dengan emakku, akupun memutuskan untuk tidak sering pulang ke rumah.
Aku akan coba menumpang bermalam di beberapa teman yang sudah mulai akrab atau
mencoba untuk memberikan beberapa uang untuk menyumbang pembayaran karena di rasa aku tidak mampu
harus mengeluarkan biaya kost sebesar Rp. 500 ribuan/bln. Uang sebesar itu akan
lebih bermanfaat untuk biaya makan dan keperluan ongkos pulang pergi
sehari-hari.
Belum juga
kantukku terobati, aku terbangun kembali pukul 4 pagi untuk kembali bersiap
diri. Ku siapkan beberapa lembar pakaian
ganti apabila aku harus bermalam di rumah temanku. Kembali setelah sarapan
keriting guling berhias hijau sawi, telur bermata kuning setengah matang.
Akupun bergegas pergi. Patas 22 jurusan Priok-Kalideres. Bis warna putih yang
sudah tidak muda lagi tampak malas berjalan terseok dari arah kejauhan. Mungkin
hatinya dan hatiku sama. Terlalu sibuk, tidur tak cukup sampai harus
terkantuk-kantuk.
Di sepanjang
perjalanan ku coba melawan kantukku
dengan membaca mempelajari si buku merah tebal. Ku buka sebuah bab
bertulisakn First aid. Sebuah bab yang membahas mengenai bermacam jenis
penyakit dan cara penanggulangannya. Aku berpraduga apakah aku akan belajar
mengobati ala orang yang biasa bergelar
Dokter.
“Hypoxia is low oxygen in the
tissue cells of the body. Cardio pulmonary resuscitation is a technique of
reviving the lung by doing artificial ventilation ( mouth to mouth ) breathing
and reviving the heart by chest compression.”
Kalimat aneh
yang menciptakan ribuan tanya dan jutaan ketidaktahuan. Otakkupun lemah tiada
sanggup mencari arti. Menyerah diri terlelap pulas bersandar kaca menuju sebuah
alam khayal. Mengharap mimpi membawa indah. bahagia walau penuh pura Sementara.
Ku
tulikan telingaku. Ku bisukan mulutku. Ku hampakan hatiku. Sejenak aku berpura
menjadi pribadi mati berwujud hidup. Tak ingin ku mendengar sumpah serapah bermuat hina berkantong cerca.
...Menembus
Langit...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar